Pilihan
Doa Rakyat Inhu, Tuah Keramat Bukit Embun Dodi Irawan Bakaghojo Raih Juara 1
Heboh, Adila Ansori Terkejut Soal Isu Pergantian Pimpinan DPRD Inhu
Dodi Nefeldi SPBU Masuk DCS PDI-Perjuangan, Ini Nomor Urutnya
6 Manfaat Kurma Untuk Kesehatan
Kepala Dinas Terkait Dilarang Meminta di Peremajaan Sawit Rakyat, KPK Mengintai
PELITARIAU, Pekanbaru - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada seluruh pihak agar tak ragu melaporkan adanya dugaan penyelewengan penggunaan anggaran negara oleh penyelenggara negara.
Hal ini mendapatkan dukungan penuh Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (DPP LPPNRI) Riau, Dedi Syaputra Sagala.
"Penggunaan uang negara harus secara hati-hati dan sesuai peruntukan. Kalau ada penyimpangan tentu harus dipertanggungjawabkan," kata Dedi kepada media, Selasa (13/7/2020).
Ditegaskannya, termasuk dalam penggunaan dana Program Strategis Nasional yakni Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), penyelenggara negara di daerah kabupaten/kota se Riau jangan coba-coba mengambil keuntungan pribadi.
Apalagi menghambat, sebut dia, sama saja menghambat program Presiden Jokowi yang sudah susah payah bersama Menteri membuat program ini, untuk kesejahteraan petani sawit di masa mendatang.
"Kita siap menerima setiap laporan dari masyarakat, jika ada instansi pemerintah terkait atau oknum di dinas yang sengaja menghambat kegiatan peremajaan sawit rakyat di Riau. Laporan ini kita sampaikan langsung pada pak Presiden Jokowi dan Kementerian. Termasuk mitra yakni KPK, Mabes Polri, Kejagung," jelas dia.
Yang pasti, DPP LPPNRI Riau, tidak akan lengah, bila ada oknum dinas yang memperkaya pribadi atau meminta sejumlah uang.
Sementara itu, Plt Jubir Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, pernah menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengingatkan dan menegaskan kepada seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan, memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima.
Namun hadiah yang bisa mempengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang. Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masayarakat yang berhubungan dengan jabatannya.
"Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengingatkan dan menegaskan kepada seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan, memiliki risiko sanksi pidana, " paparnya.
Hal ini, kata dia, didasari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bukan hanya hadiah/bingkisan, permintaan dana sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri/penyelenggara negara baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi negara/daerah kepada masyarakat, perusahaan, dan/atau Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara lainnya, baik secara tertulis atau tidak, juga memiliki risiko sanksi pidana.
"Hadiah yang bisa mempengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang. Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masayarakat yang berhubungan dengan jabatannya, " jelasnya.
Menurut dia, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Aturan mengenai gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di dalamnya tertera setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap. Apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Kemudian, dalam Pasal 12 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan penerima gratifikasi akan didenda dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango menyebutkan, jangan ada lagi penyelenggara negara melakukan tindakan korupsi.
Dirinya juga mengaku, telah mewanti-wanti agar kegiatan korupsi tidak terjadi lagi di daerah. Apalagi, sampai ada operasi tangkap tangan. **prc4
sumber: berazam
Paguyuban Keluarga Besar Pujakesuma Provinsi Riau Gelar Halal BI halal
PELITARIAU, Pekanbaru - Pelaksanaan Halal Bihalal Paguyuban Keluarga Besar.
Satgas TMMD Kunjungi Pasien Stunting di Posyandu Merangkai Bunga Setaman
PELITARIAU, Pekanbaru - Satgas TMMD Ke 120 Kodim 0301/Pbr melaksanakan kunjungan.
FOBI Riau Ikuti Kejuaraan Dunia 1st FOBI World Lion and Dragon Dance Championship 2024
PELITARIAU , Pekanbaru - Federasi Olahraga Barongsai Indonesia Provinsi Riau men.
Bhabinkamtibmas Desa Tanah Merah dan Desa Kedabu Rapat Polres Meranti Hadiri Pelepasan Siswa Taruna Nusantara di Magelang
PELITARIAU, Magelang - Telah Berakhirnya Tahun ajaran 2023/ 2024 Hampir semua se.
Menyoal Aset Desa Pengalihan di Inhil, Masyarakat Sesalkan Tidak Bicarakan Uang Masuk Dinikmati Siapa ?
PELITARIAU, Inhil - Musyawarah tokoh masyarakat desa di Desa Pengalihan Kecamata.
Intelkam Polda Riau dan IPM Kolaborasi Wujudkan Pilkada 2024 Sejuk, Damai dan Kondusif
PELITARIAU, Bengkalis - Direktorat Intelkam Polda Riau silahturahmi dengan Ikata.