Kanal

Penindakan Hukum Administratif Menanti 15 Perusahaan Pembakar Hutan di Riau

PELITARIAU, Jakarta-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tetap melanjutkan proses penindakan hukum administratif kepada seluruh perusahaan yang diduga membakar hutan di Riau, walaupun telah terbit surat penghentian penyidikan perkara (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga pembakar hutan oleh Polda Riau.

"Kami tidak berhenti. Kami terus lakukan proses hukum secara administratif kepada perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran hutan seperti pembekuan dan pencabutan izin usaha. Itu sudah lebih dahulu dan terus kami lakukan," kata Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono kepada CNNIndonesia.com di Kantor KLHK, Jakarta, Selasa (26/7).

Bambang menyatakan, selain terus melakukan upaya penegakan hukum melalui sanksi administratif, KLHK juga akan melakukan evaluasi serta mengkaji ulang keputusan pemberhentian penyidikan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut.

Menurut Bambang, perkara pemberhentian penyidikan kasus karhutla ini menjadi pembelajaran KLHK agar kedepannya dapat lebih matang dalam mempersiapkan segala alat bukti dan saksi ahli guna memperkuat tuntutan di pengadilan.

"Kami pelajari dan evaluasi terus apa yang sudah KLHK lakukan terkait penanganan hukum karhutla. Terkait SP3, ada kemungkinan peninjauan kembali tapi tergantung hukumnya nanti karena itu (penyidikan) urusan penyidik dan kepolisian," tambah Bambang.

Lebih lanjut, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani menyatakan proses pembuktian gugatan pidana kasus karhutla tidaklah mudah. Menurut Roy, butuh dukungan dari ahli dan data yang akurat sebagai alat bukti untuk memperkuat gugatan pidana di pengadilan.

"Menyiapkan alat bukti gugatan pidana kasus karhutla itu sulit kecuali tangkap tangan ya. Di luar itu kita jelas butuh dukungan saksi ahli," kata Roy.

Selain memiliki kewenangan memberikan sanksi secara administratif, tutur Roy, juga memiliki kewenangan untuk mengambil alih kepemilikan lahan perusahaan yang secara tidak bertanggung jawab telah sengaja membakar lahan.

Menurut Roy, KLHK terus melakukan upaya inventarisasi pengambil alihan lahan perusahaan yang terbakar secara sengaja. Sejauh ini, tutur Roy, sudah ada sekitar 25 perusahaan yang siap mengembalikan lahan konsesinya yang terbakar kepada negara.

"Karena kelalaian, mungkin sudah ada sekitar 25 perusahaan yang siap mengembalikan lahan mereka yang terbakar," kata Roy.

KLHK, ucap Roy, terus berupaya mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan baik secara perdata maupun pidana ke pengadilan. Menurut Roy, sekitar empat perusahaan sedang diproses secara perdata di pengadilan. Empat perusahaan tersebut antara lain PT BMH, PT JJP, PT NSP dan PT WAJ.

"Untuk perdata, ada empat perusahaan yang sedang berproses dan ada yang sudah diputuskan," kata Roy.

Terkait penegakkan hukum pidana karhutla di Riau, tutur Roy, KLHK saat juga ini terus melakukan penyidikan. Ada sekitar dua kasus yang sedang ditangani KLHK secara hukum pidana yakni PT HSL dan PT TFDI.


DPR Desak Kapolri

Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menjelaskan alasan institusinya, khususnya Polda Riau, mengeluarkan SP3 terhadap 15 perusahaan tersebut.

Benny juga meminta Presiden Joko Widodo untuk memanggil kapolri guna mengetahui alasan dikeluarkannya SP3 karena kasus itu memiliki dimensi kepentingan internasional dan nasional.

"Publik bertanya kenapa Polisi gampang keluarkan SP3 di kasus kebakaran hutan yang memiliki dimensi internasional dan nasional. Kapolri harus berikan penjelasan secara terbuka alasan-alasan dikeluarkannya SP3 kasus kebakaran hutan," kata Benny di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (26/7), seperti dilansir Antara.

Menurut dia, kalau tidak ada penjelasan maka akan menimbulkan dugaan-dugaan di masyarakat karena banyak prasangka yang berkembang di publik terkait kasus itu. Dia mencontohkan ada rumor yang menyebutkan bahwa presiden memerintahkan kapolri terbitkan SP3 karena mendapatkan tekanan dari pengusaha.

"Ada rumor menyebutkan Presiden perintahkan Kapolri terbitkan SP3 karena Presiden mendapatkan tekanan dari pengusaha sehingga hal ini butuh penjelasan," ucapnya.

Dia menegaskan, Komisi III DPR akan terus mengawasi perkembangan kasus tersebut karena penegakkan hukum tidak bisa tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.

Sebelumnya Polda Riau mengeluarkan SP3 kasus kebakaran hutan dan lahan.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan Polri akan melakukan peninjauan kembali terkait kasus-kasus tersebut.

"Saya melihat juga kan yang diajukan ke pengadilan sudah ada ya. Jadi bukan berarti semuanya di SP3. Nanti kita cari lagi untuk selama kurun waktu 2014-2015, sekarang yang sudah diajukan sebagai pelaku pembakaran hutan itu berapa, nanti kita infokan lagi lebih lengkap lagi," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (23/7).

Sementara itu terkait 15 perusahaan yang diduga sebelumnya terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di Riau, menurut Boy mungkin saja kurangnya alat bukti yang menyebutkan perusahaan tersebut sebagai pelaku menjadikan penyidikan kasus tersebut dihentikan.

Boy juga mengaku Polri tidak akan memihak pada perusahaan manapun pada kasus ini.***(prc)


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER