Kanal

MK Harus Tolak Gugatan Pilkada yang Tak Sesuai Batas Limitatif

PELITARIAU, Jakarta - Sidang sengketa pilkada digelar mulai hari ini di Mahkamah Konstitusi (MK). Menyidangkan lebih dari 100 perkara, MK diminta tetap menaati batas maksimal selisih suara dalam mengadili sengketa pilkada.

Ahli hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan MK haruslah mentaati Pasal 158 UU Pilkada. Sebab pasal itu sudah jelas mengatur mengenai syarat-syarat pengajuan gugatan. Salah satunya terkait selisih limitatif yang jumlahnya 0,5-2,0 persen bergantung pada jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan.

"Itu sudah terang benderang. Lain halnya kalau tidak ada tafsirnya," kata Margarito saat dihubungi wartawan, Kamis (7/1/2016).

Menurut Margarito, pengajuan perkara Pilkada dengan selisih suara di atas 2 persen sudah tentu melanggar Pasal 158. MK bisa langsung tegas untuk tidak melanjutkan penanganan perkara tersebut.

Pilkada Provinsi
1. Provinsi dengan jumlah penduduk kurang dari 2 juta maka maksimal selisih suara 2 persen.
2. Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta maka maksimal selisih suara 1,5 persen.
3. Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-126 juta maka maksimal selisih suara 1 persen.
4.  Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.

Pilkada Kabupaten/Kota:
1. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu maka maksimal selisih suara 2 persen.
2. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu maka maksimal selisih suara 1,5 persen.
3. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta maka maksimal selisih suara 1 persen.
4. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.

"Jadi kalau mau bicara hukum positif, MK tidak punya pilihan lain, menerima atau menolak perkara. Kalau melihat ini, maka perkara-perkara yang selisih suara melebihi 2 persen atau bertentangan (dengan UU Pilkada) mesti ditolak," tuturnya. (detik)


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER