Kanal

Masjid Tuha Indrapuri Menjadi Salah Satu Destinasi Wisata Religi

PELITARIAU- Masjid Tuha Indrapuri di Peukan Indrapuri menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Aceh Besar. Dibangun di atas pertapakan reruntuhan Pura Kerajaan Hindu kuno pra-Islam, masjid ini selain memiliki gaya arsitektur tradisional yang menyirat nilai kesederhanaan, tetapi punya keunggulan dari segi akustik alias suara.
 
Gaya atap masjidnya berbentuk persegi mengerucut seperti piramida atau tumpang tersusun tiga yang tiap susunannya menyisakan celah udara itu. Pola ini dinilai sebagai perpaduan unsur Aceh dan Hindu yang melambangkan nilai kosmopolitan.
 
Berdasarkan kajian ilmiah, masjid beratap triagle (segitiga) dan berkontruksi kayu yang dibangun Sultan Iskandar Muda tahun 1618 Masehi ini memiliki kenyaman bagi orang yang berada di dalamnya. Selain lebih menyatu dengan alam tropis, juga punya tingkat tekanan suara lebih baik.
 
Pakar Akustik dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Dr Zulfan mengatakan, salah satu pengaruh kontruksi dengan atap segitiga tersebut membuat suara dalam masjid ini terdengar lebih jelas dibanding dengan masjid berbentuk datar atau kubah.
 
“Inilah keunggulan dari masjid beratap triagle yang banyak tidak diketahui orang,” jelasnya.
 
Zulfian bersama tim Laboratorium Akustik Fakultas Teknik Unsyiah pernah meneliti di bangunan Masjid Indrapuri ini melalui pendekatan empiris dan simulasi komputer.
 
Hasil riset ilmiah itu menunjukkan bahwa batas jarak perambahan suara kritis secara alami di masjid ini, mendekati kriteria yang disyaratkan dalam buku ilmu akustik, yakni antara 40-50 milisecond dengan kecepatan suara 344 meter per detik, sehingga jarak perambahan suara alaminya 13,76 hingga 17,12 meter.
 
Kondisi ini membuat pantulan suara imam atau khatib bisa terdengar jelas walau tanpa menggunakan mikrofon.
 
Efek atap piramida ini juga mampu melenyapkan gangguan suara-suara lain, termasuk tingkat dengungnya. “Kondisi seperti ini lebih bisa menyatu dengan alam, orang bisa lebih fokus dalam masjid, lebih tenang,” jelas Zulfan.
 
Menurutnya, hasil riset ini membuktikan secara ilmiah bahwa desain atap piramida bersusun tiga seperti masjid ini, memiliki karakteristik suara paling baik dibanding dengan bangunan berbentuk kubah atau datar.
 
Bangunan berbentuk kubah atau datar tingkat suara dengungnya dinilai tinggi apalagi di wilayah tropis seperti di Aceh.
 
Masjid-masjid beratap segitiga ini sudah dirancang dan berkembang di Aceh sejak abad 15-16 Masehi. Artinya, kata Zulfan, nenek moyang kita telah lebih dulu membuktikan kejeniusannya sebelum dunia mengenalkan teori akustik pada abad 20.
 
Menurutnya, orang zaman dulu lebih mementingkan nilai dan roh yang terkandung dari sebuah bangunan. Sementara manusia modern selalu menganggungkan kemegahan dan keindahan bangunan, tapi sering melupakan rohnya. “Roh sebuah masjid adalah suara,” tambahnya.
 
Sementara penyuka sejarah Aceh sekaligus Kabid Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, Hasnanda Putra menilai, Masjid Tuha Indrapuri yang kini sudah dipugar sebagai situs cagar budaya adalah potret masjid-masjid Aceh zaman dulu.
 
Menurutnya, gaya arsitektur seperti ini kemudian berkembang dan menyebar ke Nusantara sejak abad 16 seiring menyebarnya pengaruh Islam dari Aceh. Sayangnya, masjid dengan pola atap piramida ini tinggal sedikit lagi di Aceh.***okezone

Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER