Kanal

Icon Melayu dan Kerjaan Indragiri Bisa Jadi Acuan Pembangunan

PELITARIAU, Inhu - Sudah saatnya Kabupaten Indragiri hulu (Inhu)-Riau berbenah, membangkitkan Batang terendah menjadi misi utama semua pihak dengan menjadikan kebudayaan melayu dan kerajaan Indragiri sebagai Icon daerah, dengan demikian bisa melakukan pembangunan pada bidang wisata dan kebudayaan.

Pada abad ke 13 disebutkan kerajaan Indragiri yang berpusat di Kabupaten Inhu, sudah ada. Berdasarkan beberapa penelitian kerajaan Indragiri dipimpin oleh seorang sultan. Sultan ke XXV terakhir adalah Soeltan Mahmoedsjah Ibni Soeltan Isa Moedojatsjah dan Datuk Bendahara adalah Entjik Alie  Ibni Entjik Lambak.

Pemerintah republik Indonesia haruslah memperhatikan Inhu sebagai pusat peradaban adat melayu dan sejarah kerajaan indragiri, dengan adanya perhatian pemerintah pusat maka pembangunan di sektor wisata guna memunculkan kembali Inhu sebagai pusat peradaban melayu dan kerajaan Islam di Indonesia bisa dilaksanakan.

Menanggapi Inhu sebagai pusat peradaban adat melayu dan peradaban kerajaan Islam di indragiri, Erwin Dimas SE DEA cucu dari Encik Alie Datuk Bendahara Kerajaan Indragiri mendukung penuh rencana icon tersebut. 

"Terlepas dari tendensius apapun, Inhu harus dibangun disemua sektor, pertama adalah pada sektor budaya dan adat," kata Erwin Dimas anak mantan Bupati Inhil Drs H Bakir Alie yang saat ini Erwin Dimas berkarir di Bappenas RI berbincang dengan wartawan Sabtu (24/9/2022) di Pekanbaru 

Mengetahui adanya replika istana kerajaan Indragiri yang tidak dilakukan perawatan sejak diresmikan tahun 2008 serta gedung lembaga adat di lokasi objek wisata danau raja rengat yang kondisinya memprihatinkan, membuat Erwin Dimas kecewa dan semua pihak diharapkan melakukan perawatan aset tersebut dan difungsikan sesuai dengan fungsinya.

"Dengan dijadikan Inhu sebagai pusat peradaban kerajaan melayu Islam di Indragiri yang dipimpin oleh seorang Sultan, mudahan rencana pembangunan secara terus menerus bisa dialokasikan dari anggaran perintah pusat," ujar Erwin.

Sebagaimana diketahui, Indonesia lahir dari kerajaan-kerajaan besar di Nusantara pada masa lampau. Setiap wilayah memiliki raja dan daerah kekuasaan sendiri yang mengatur jalannya kegiatan pemerintahan kala itu.

Setelah Indonesia merdeka, beberapa kerajaan itu masih eksis secara fisik dan memiliki raja meskipun tak lagi berdaulat, sebab kedaulatannya diserahkan langsung kepada Indonesia. "Kakek saya Encik Alie Datuk Bendahara Kerajaan Indragiri diminta Sultan pendapatnya tentang bergabung dengan Indonesia atau tetap menjalankan pemerintahan kerajaan, saat itu kakek saya menyarankan agar kerajaan Indragiri bergabung dengan Indonesia," kata Erwin Dimas.

Kerajaan Indragiri saat itu tetap ada namun, hanya mengurus adat, sedangkan Encik Alie Datuk Bendahara Kerajaan Indragiri diangkat menjadi bupati pertama Indragiri yang wilayahnya saat itu meliputi Inhil dan Kunasing. 

"Saya mendukung Sultan Indragiri menjalankan tradisi kerajaan Indragiri yang berbentuk kegiatan kegiatan adat, sedangkan pemerintah kabupaten melakukan kegiatan pelayanan publik dan pembangunan Insfratruktur," ujar Erwin Dimas.

Saat ini di Indonesia kerajaan yang ada di Nusantara telah menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, namun sejumlah kerajaan diakui oleh pemerintahan Indonesia dan masih menjalankan tradisi kerajaan, seperti:

Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah Kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad 15-16 Masehi. Lokasinya yang strategis menjadikan Kesultanan Cirebon sebagai jalur perdagangan dan pelayaran penting antarpulau pada masa itu.

Kesultanan ini menjadi jembatan kebudayaan Jawa Tengah dan Jawa Barat, sehingga terciptalah kebudayaan yang khas yakni kebudayaan Cirebon yang berbeda dari kultur Jawa maupun Sunda.

Kasultanan Cirebon didirikan Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana pada 1430. Usai berhaji, Pangeran Cakrabuana mengganti namanya sebagai Haji Abdullah Imam.

Kesultanan Yogyakarta

Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat mulanya merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Islam yang terpecah dua. Pembagian wilayah kekuasaan tersebut tertuang dalam Perjanjian Giyanti pada 1755.

Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai sultan dengan gelar Hamengkubuwana I dan berkuasa atas daerah Yogyakarta. Setelah itu, Sri Sultan Hamengkubuwana I mendirikan keraton di pusat kota yang masih menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta.

Pada 1950, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat resmi menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah pemerintahan daerah berotonomi khusus setingkat provinsi.

Sementara para penggantinya tetap mempertahankan gelar yang digunakan yakni Hamengkubuwana. Saat ini raja kesultanan Yogyakarta yang memerintah adalah Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau Sultan Hamengkubawana X yang menjabat sejak 1988.

Kasunanan Surakarta

Kasunanan Surakarta Hadinigrat adalah pecahan kedua dari Kerajaan Mataram Islam yang masih bertahan hingga sekarang. Kerajaan yang berpusat di Kota Surakarta atau Solo ini masih dijabat oleh Pakubuwana XIII.

Kasunan Surakarta adalah salah satu dari kerajaan di Indonesia yang masih ada sampai saat ini dan secara resmi telah menjadi bagian Negara Republik Indonesia (NKRI) sejak 1945.

Kompleks bangunan keratonnya masih berfungsi sebagai tempat tinggal Sri Sunan yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini.

Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate atau disebut juga Kerajaan Gapi adalah kerajaan Islam yang berada di Kepulauan Maluku. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Marhum pada 1257 ini juga merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia.

Kesultanan ini memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara, dan mengalami kegemilangan pada paruh abad 16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya.

Kesultanan yang didirikan oleh Baab Mashur Malamo ini masih ada dan dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar Muhammad Djabir Sjah sejak 2016, meskipun tidak lagi memegang kekuatan politik apa pun. ** Prc6 


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER