Kanal

Sidang Pra pradilan Mantan Kades Usul, PN Rengat Tunjuk Omori R Sitorus Hakim Tunggalnya

PELITARIAU, Inhu - Pengadilan Negeri (PN) Rengat akan memulai sidang Pra pradilan yang diajukan kuasa hukum pemohon SH mantan Kades Usul pada Senin (12/6/2017), sidang Pra pradilan terkait dengan penetapan tersangka, penahanan, dan penyitaan barang milik SH oleh penyidik Kejaksaan Indragiri hulu (Inhu). termohon dalam sidang tersebut adalah Kejaksaan Negeri Indragiri hulu (Inhu) yang sedang menangani perkara dalam dugaan korupsi penjualan hutan.

Sebelumnya, Pada Rabu (31/5/2017) Dody Fernando SH MH bersama dua orang rekannya advokat sebagai kuasa hukum SH yang ditetapkan sebagai tersangka, dalam dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) di Desa Usu dalam kawasan hutanl, kuasa hukum SH mendaftarkan Pra pradilan atas penetapan tersangka, penahanan, dan penyitaan barang milik SH ke Panitra PN Rengat tertanggal 31 Mei 2017 dengan nomor 2/PID/Pra/2017/PN/Rgt.

Kepala PN Rengat sudah menunjuk hakim tunggal Omori R Sitorus SH MH dalam sidang pra pradilan dengan kuasa hukum pemohon terdiri dari Dody Fernando SH MH, Yenny Darwis SH, El Hadi SH. "Hakimnya sudah ditunjuk, sidang akan digelar selama tujuh hari kerja," kata Humas PN Rengat Immanuel MP Sirait SH MH ketika dikonfirmasi pelitariau.com Jum,at (9/6/2017) di PN Rengat.

Kata Immanuel, sidang perdana nantinya akan dihadiri masing-masing pihak, dimana agenda sidang perdana tersebut pihak pemohon akan membacakan pengajuan permohonan tentang keberatan atas proses perkara dugaan korupsi dengan penetapan tersangka, penahanan tersangka dan penyitaan harta benda milik pemohon. "Hakim menilai sah tidaknya atas permohonan yang diajukan pemohon, hasil dari sidang tersebut adalah diterima atau ditolak permohonan," kata Imanuel.

Kuasa hukum pemohon Dody Fernando SH MH diminta menjelaskan, kalau salah satu pertimbangan Pra pradilan yang dimohonkan atas perkara SH ditetapkan sebagai tersangka, ditahan dan disita harta bendanya oleh Kejaksaan Inhu adalah, tentang rumusan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). dimana pada inti dari pasal 2 dan pasal 3 adalah delik materik, hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tertanggal 25 Januari 2017.

Ditegaskan Dody, Apabila tidak ada audit yang menjadi alat bukti yang bisa membuktikan tentang kerugian keuangan negara yang nyata , maka tindak pidana korupsi sebagai mana diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK belum bisa diterapkan, hal tersebut didasarkan juga pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 25/PUU-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017.

Dalam putusan MK tersebut, menyatakan frasa, kata "Dapat" dalam rumusan pasal 2 dan pasal 3 bertentangan dengan konstitusi sehingga tidak mengikatnya menjadi delik materil yang sebelum putusan itu adalah delik formil. "Kata "Dapat" menjadikan pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK menjadi delik materil," jelas Dody.
 
Menurutnya, Pasal 2 dan pasal 3 bisa diterapkan dalam perkara dugaan korupsi untuk terang sebuah peristiwa pidana, apabila ada kerugian negara secara nyata dan pasti telah dihitung oleh pihak yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara. Itu sesuai dengan pasal 32 ayat 1 dalam UU PTPK," kata Alumni master hukum Pascasarja Universitas Islam Riau ini. **Andri Subakti/tim


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER