Kanal

Tuntutan Pemekaran 2000 Daerah di Indonesia Ditolak, Moratorium Dilanjutkan

PELITARIAU, Jakarta - Kementerian Keuangan mengungkapkan sekitar 2.000 daerah mengajukan pemekaran menyusul 542 wilayah yang kini telah berstatus menjadi daerah otonom.

Namun, Pemerintahan Joko Widodo menolak untuk mengabulkannya karena salah satunya mempertimbangkan besarnya beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah pusat dan daerah.

Boediarso Teguh Widodo, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menilai, pemekaran wilayah memberikan implikasi negatif pada beberapa tahun awal sejak otonom. Implikasi pertama, besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima tiap daerah menjadi semakin kecil karena disedot sebagian untuk menunjang anggaran daerah otonom baru.

Karenanya, lanjut Boediarso, Kementerian Keuangan mendukung Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang memperpanjang moratorium pemekaran wilayah, setidaknya hingga akhir periode Pemerintahan Joko Widodo.

Boediarso menyebutkan, berdasarkan hasil Sidang DPOD yang diketuai oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat ini sudah ada 2000 usulan pemekaran wilayah baru, baik yang menuntut menjadi provinsi maupun kabupaten/kota baru. Jumlah usulan  itu hampir empat kali lipat dari jumlah daerah otonom saat ini yang sebanyak 542 daerah, meliputi 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota.

Sementara itu, lanjutnya, alokasi DAU cenderung stagnan yang sekalipun naik sangat tipis. Tahun ini, alokasi DAU hanya sebesar Rp385,36 triliun, sedangkan tahun depan pemerintah mengusulkan kenaikan sebesar 5 persen menjadi Rp404,73 triliun.

“Nah itu, kalau terjadi, semua usulan pemekaran wilayah disetujui, pasti DAU habis. Sekarang saja 542 daerah seperti itu, kalau 2000 seperti apa,” tutur Boediarso saat diwawancara CNNIndonesia.com di kantornya, Kamis (18/8).

Implikasi kedua, lanjut Boediarso, alokasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dipastikan melonjak pasca pemekaran wilayah. Pasalnya, pemekaran daerah membutuhkan tambahan sumber daya manusia untuk mengelola administrasi pemerintahan di masing-masing daerah baru.

Tak hanya itu, kata Boediarso, anggaran Kementerian/Lembaga (KL) yang yang peruntukan belanjanya di daerah juga pasti naik signifikan. Sampai saat ini, pemerintah pusat perlu menaruh perpanjangan tangannya untuk menjalankan enam fungsi utamanya, yakni fiskal, moneter, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan,  agama, dan peradilan.

“Kalau Kementerian Keuangan, pasti harus ada kantor wilayah baru, Kantor Pelayanan Pajak Baru, kan gitu, kemudian untuk Kementerian Agama ada Kantor Urusan Agama, dan lain-lainnya,” paparnya.

Selain itu semua, Boediarso mengingatkan bahwa pemekaran wilayah juga berpotensi menimbulkan konflik sosial. Bahkan, pemekaran wilayah bisa menambah daerah tertinggal baru jika induk daerahnya tidak memiliki cukup potensi untuk berkembang.

“Kalau menurut laporan Pak Menteri Dalam Negeri, Pak Tjahjo Kumolo pada sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dipimpin Pak Wapres saat mengenai penetapan moratorium, pemekaran itu banyak yang gagal,” ujarnya.

Karenanya, Boediarso tak heran jika Sidang DPOD memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan moratorium hingga akhir masa pemerintahannya.

“Itu rekomendasi DPOD, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang diketuai wapres. Kan masih ada kabinet yang memutuskan. DPOD itu fungsinya memberikan rekomendasi kepada pemerintah,” ujarnya.

Kendati demikian, Boediarso menambahkan, tujuan pemekaran wilayah adalah untuk mendekatkan masyarakat terhadap pelayanan publik dengan memperpendek rentang kendali pemerintah pusat. Harapannya, upaya pencapaian kesejahteraan publik (social welfare) menjadi lebih cepat.
 
“Kalau daerahnya besar, baik Sumber Daya Manusia maupun Sumber Daya Alam, potensinya besar, maka dia (daerah) akan berpotensi berkembang dengan baik,” ujarnya.***(prc)


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER