Kanal

Kondisi Ekonomi Jabar Setelah Terinfeksi Corona

  1. PELITARIAU, Bandung - Kepala Divisi Stabilisasi Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi  Rahmat Taufik menyatakan sebagian besar industri terutama di kawasan Bekasi, Karawang, Purwakarta dan sekitarnya semakin tertekan dengan pandemi virus Corona.

Menurut Rahmat tekanan sudah dimulai sejak akhir 2019 akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.  Dengan pandemi ini, tekanan kepada dunia industri menjadi ganda. 

"Tekanan ke industri ini tidak hanya pada saat ada pandemi. Jawa Barat salah satu paling parah mendapat tekanan karena akhir tahun, November-Desember 2019 ini perang dagang AS-China mengakibatkan laju ekonomi Jabar di bawah nasional. Itu karena bahan baku beberapa masih bergantung ke luar negeri, termasuk China," ujarnya, Sabtu (16/5).

Rahmat menjelaskan ketika skala wabah meningkat, banyak pelabuhan di China ditutup yang menghambat proses produksi, termasuk bahan baku untuk alat pelindung diri (APD). 

"Inilah juga yang mengakibatkan banyak PHK," kata Rahmat.
Rahmat mengatakan Jabar memegang peran strategis dalam menopang perindustrian nasional. Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor.

"Otomotif, elektronik, tekstil, hampir semua di Jawa Barat," ujarnya.

Selain industri manufaktur, pandemi juga berdampak pada pariwisata. Rahmat menjelaskan, Jawa Barat juga merupakan daerah tujuan wisata. 

Sementara tempat wisata semua ditutup, sehingga berbagai sektor terdorong juga untuk mundur seperti kuliner, perhotelan, dan tenaga kerja lain yang ada di pariwisata.
 
"Ini berakibat ke daya beli masyarakat di Jawa Barat. Mengakibatkan juga pangan terhambat, karena pasar induk mengurangi omzetnya, karena pasokannya juga berkurang," kata Rahmat.

Kondisi saat ini, petani dan peternak pun kesulitan menjual komoditasnya karena tidak ada pembeli.

"Mei (seharusnya) puncaknya panen. Padi harusnya panen, peternak sudah menyiapkan pula untuk panen di bulan puasa dan lebaran, peternak kesulitan menjual," tutur Rahmat.

Ironi terjadi karena di tingkat produksi harga jatuh, tapi di tingkat konsumen harga tetap melambung tinggi. 

"Maka inflasi masih meninggi," kata Rahmat. 
 
Untuk meminimalisasi dampak dari tertekannya berbagai sektor industri dan pertanian, Pemprov Jabar berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha dan  pemerintah kota kabupaten.  

"Di sektor pangan, kami masih melakukan berbagai koordinasi untuk penyerapan di sentra produksi, juga di berbagai pasar," papar Rahmat.

Sementara untuk masyarakat menengah/kecil, selain bansos dari pemerintah pusat, Pemprov Jabar bekerja sama dengan PT Pegadaian agar masyarakat tetap bertahan dan mengamankan asetnya.

Pemprov Jabar juga mengeluarkan Bantuan Tidak Terduga untuk menyerap produk APD yang dibuat oleh UKM.

"Ini membuat Jawa Barat juga daerah penghasil APD di masa pandemi ini, sekaligus sedikitnya menyelamatkan ekonomi," kata Rahmat. 

Sementara itu, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan II dan Manajemen Strategis Kantor Regional II Jawa Barat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lasdini Purwanti, menyampaikan kinerja keuangan perbankan Jabar triwulan I/2020 masih cukup baik, walaupun turun dibanding tahun lalu.

"Tapi masih tumbuh kredit, kemudian juga DPK dan aset masih ada pertumbuhan di TW I ini. Kemudian kami harap tidak terlalu turun karena sudah ada berbagai stimulus yang dikeluarkan pemerintah, yang ditindak lanjuti juga oleh peraturan- peraturan OJK," kata Lasdini.
 
Sementara NPL, menurut dia, masih terjaga karena adanya kebijakan restrukturisasi, dimana untuk kreditur yang mengajukan restrukturisasi dianggap kategori lancar. Sehingga perhitungan NPL tidak seketat sebelum ada pandemi.
 
"Jadi meskipun ada penurunan dibanding tahun lalu, cuma masih terjaga," katanya.
 
Sementara Direktur Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kepala Kantor Perwakilan BI Jabar Pribadi Santoso menuturkan dampak covid- 19 cukup multidimensi. 

Laju pertumbuhan ekonomi Jabar yang biasanya maju di angka 5 persen bahkan di atas nasional, namun pada triwulan I/2020 LPE-nya ada di angka 2,73 persen.
 
"Sementara nasional 2,97 persen, penyusutannya lumayan dalam, dari sisi pertumbuhan ekonomi. Ini akan berpengaruh pada income, daya beli masyarakat juga, termasuk dunia usaha, saya kira semua terpengaruh," katanya.

Menurutnya, upaya yang dapat dilakukan adalah menjaga daya beli masyarakat terutama masyarakat kurang mampu, di antaranya melalui bansos. Kedua, menjaga keberlangsungan aktivitas ekonomi dalam physical distancing, yakni menghidupkan pasar jual beli secara online bekerja sama dengan fintech. **prc4

sumber: cnnindonesia


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER