Kanal

Apa yang Terjadi Jika Tes Virus Corona di Indonesia Dilakukan Lebih Masif?

PELITARIAU, Jakarta - Presiden Jokowi mengingatkan publik bahwa corona tak hanya terjadi di Indonesia. Ia menyebut ada 207 negara, termasuk Indonesia, yang kini tengah menghadapi pandemi tersebut.

Jokowi juga membeberkan data 10 negara dengan kasus virus corona tertinggi. Ia menilai, data itu perlu disampaikan agar publik memahami gambaran situasi corona secara global.

“Misalnya di Amerika Serikat sudah ada 305 ribu, Italia 119 ribu, Spanyol 117 ribu, Jerman 85 ribu, RRT (China) 82 ribu, Prancis 63 ribu, Iran 53 ribu, Inggris 38 ribu, Turki 20 ribu, Swiss 19 ribu," kata Jokowi saat membuka ratas secara live streaming dari Istana Kepresidenan, Senin (6/4).

Berdasarkan data worldometers, Senin (6/4), kasus positif corona di Indonesia berada di urutan ke-36 dari 207 negara. Ada 2.491 kasus positif di Tanah Air sejak kasus pertama mengemuka pada 2 Maret 2020.


Sementara di tingkat global, kasus positif kini tembus 1.282.365. Dengan demikian, persentase kasus di Indonesia terhadap dunia hanya 0,19 persen.


Bila dibandingkan dengan AS, persentase kasus di Indonesia memang relatif kecil. Di Negeri Paman Sam itu, persentase kasus dalam negeri terhadap dunia mencapai 26,42 persen. Angka ini naik secara signifikan sejak kasus pertama terkonfirmasi di Washington pada 20 Februari 2020.


Pertanyaannya, benarkah kasus positif di Indonesia secara faktual memang relatif kecil?


Data Kasus Positif


Angka kasus positif corona tidaklah datang begitu saja dari langit. Diagnosis baru tiba saat seseorang menjalani tes kesehatan. Dan, ya, di sinilah letak masalahnya.


Berdasarkan data Our World in Data, Senin (6/4), tidak semua negara punya kemampuan setara dalam melakukan tes corona kepada warganya. Hal inilah yang menyebabkan jumlah kasus positif di suatu negara bisa sangat kontras dengan negara lainnya.


Our World in Data sendiri merupakan lembaga riset yang berbasis di University of Oxford, Inggris. Di tengah pandemi corona, ada 26 negara, termasuk Indonesia yang datanya tengah dipantau oleh lembaga tersebut.

Data terakhir yang dirilis Our World in Data ada di tanggal 3 April 2020. Lembaga tersebut mencatat, Indonesia telah melakukan tes corona kepada 7.621 warganya.

Data terakhir yang dirilis Our World in Data ada di tanggal 3 April 2020. Lembaga tersebut mencatat, Indonesia telah melakukan tes corona kepada 7.621 warganya.

Angka tersebut berasal dari rilis yang dikeluarkan Kemenkes di situs Infeksiemerging.kemkes.go.id. Per 6 April 2020, warga Indonesia yang melakukan tes corona naik menjadi 11.460. Sebanyak 78,3 persen di antaranya telah dinyatakan negatif corona.

Bila dibandingkan negara lain, tes corona yang dilakukan Indonesia itu masih sangat sedikit. Negara tetangga kita, Malaysia, telah melakukan tes kepada 47.723 warga. Ini yang menyebabkan angka positif di negara tersebut hampir dua kali lipat dari Indonesia, yaitu 3.793 kasus.


AS sebagai negara dengan jumlah positif corona tertinggi di dunia pun demikian. Per 3 April 2020, negara tersebut melakukan tes kepada 1,27 juta warganya. Tak mengherankan bila kasus positif di sana tembus 305 ribu kasus.

Kasus positif yang besar memang tampak mengerikan. Namun hal itu memang mesti dilakukan untuk memberikan perawatan sedini mungkin kepada pasien.

Di Korea Selatan, misalnya, rapid test massal yang diinisiasi Presiden Moon Jae-In sempat menjadi mimpi buruk bagi 51,2 juta penduduk.


Berdasarkan data worldometers, ada kenaikan kasus positif yang begitu besar di Korsel sejak akhir Februari hingga puncaknya pada 11 Maret 2020 dengan rata-rata 500 kasus per hari.


Meski demikian, Pemerintah Korsel dapat membendung mimpi buruk itu dan membalikkan keadaan. Perawatan medis sedini mungkin mengakibatkan kasus aktif berkurang signifikan, pasien lebih banyak yang sembuh, tingkat kematian di negara itu pun terbilang rendah, yaitu 1,72 persen.


Kemampuan Negara


Lembaga riset telematika asal Bandung, Sharing Vision,memprediksi bahwa estimasi jumlah pasien positif di Indonesia bisa mencapai lima kali lipat dari angka yang dirilis pemerintah.


Prediksi tersebut mengacu pada simulasi model dinamika penyebaran virus dengan persamaan diferensial orde 30, non-linier dengan umpan balik positif yang telah digunakan dalam memodelkan fenomena wabah corona. Asumsinya ada jeda waktu (delay) antara diagnosis dengan keadaan aktual di lapangan.


Jika mengacu pada riset tersebut, persoalan yang tengah kita hadapi adalah kemampuan negara dalam mendeteksi pasien positif. Salah satunya berhubungan dengan keberadaan alat tes corona itu sendiri.


Selain itu, bertambahnya jumlah kasus corona disebabkan oleh pergerakan orang tanpa gejala. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh juru bicara pemerintah RI soal penanganan corona di Indonesia Achmad Yurianto.


"Sebaran kasus sekarang muncul karena sebaran orang tanpa gejala dari kota-kota besar pusat sebaran ke daerah sekitar," kata Yuri dalam konferensi pers virtual Sabtu (4/4).


Berdasarkan data Our World in Data, negara kita hanya mampu melakukan tes corona kepada 28 orang per 1 juta penduduk. Jumlah ini jauh tertinggal dari Malaysia yang mampu melakukan tes kepada 1.451 orang per 1 juta penduduknya.


Memang ada sejumlah kendala mengapa Indonesia belum bisa melaksanakan tes lebih banyak lagi. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo menyebut adanya kelangkaan alat tes corona.


“Tidak mudah mendapatkan peralatan yang berhubungan dengan rapid test. Semakin banyak negara terdampak bahkan negara besar, semua negara berebutan mendapatkan alat terkait penanganan COVID-19," ujar Doni dalam konferensi pers, Senin (6/4).

Meski demkian, ia memastikan bahwa Presiden Jokowi telah menginstruksikan agar rapid test lebih diperbanyak. Untuk saat ini, sudah ada 125 ribu alat rapid test yang disebar ke seluruh provinsi.

"Presiden juga menegaskan prioritas rapid test, yaitu dokter, perawat, dan keluarga mereka serta, masyarakat terdampak atau berpotensi terdampak COVID-19," pungkas Doni. **prc4

sumber: kumparan


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER