Kanal

Sejarah 26 Maret, Soeharto Gantikan Soekarno

PELITARIAU.com - Hari ini, 52 tahun lalu, tepatnya 26 Maret 1968, Soeharto memegang mandat sebagai Presiden Ke-2 Indonesia menggantikan Soekarno. 

Naiknya Soeharto ke tampuk pimpinan nasional diwarnai kontroversi memanasnya hubungan dengan Soeharto, setelah Soekarno habis-habisan mempertahankan kekuasaannya lewat pidato pertanggungjawaban yang dikenal sebagai Nawaksara.

Sayangnya pertanggungjawaban Soekarno ditolak MPR, lalu Soeharto naik tahta sebagai presiden.   

Begitulah, Momen sejarah 26 Maret tepatnya 52 tahun silam, ada peristiwa saat MPR bersepakat Soeharto jadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Soekarno.

Terpilihnya Soeharto sebagai Presiden RI kedua tidak terjadi begitu saja. Proses panjang dilalui Soeharto, bahkan disebut-sebut diwarnai kontroversi.

Perjalanan panjang itu dimulai dari gejolak aksi mahasiswa pasca - peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal G30S. Aksi mahasiswa itu cukup menggoyang pemerintahan.

Soekarno yang mestinya memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka pada 11 Maret 1966 harus segera pergi meninggalkan tempat.

Soekarno saat itu meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta setelah mendapat laporan adanya pasukan liar yang bergerak di luar Istana.

Setelah itu, tiga jenderal mendatangi  Soekarno di Istana Bogor, yaitu Brigjen Amir Machmud, Brigjen M Jusuf, dan Mayjen Basuki Rachmat.

Pertemuan itu kemudian menghasilkan surat mandat yang diberikan Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat

Bermodalkan Supersemar, Soeharto tidak hanya memulihkan keamanan, tetapi juga secara perlahan mengambil alih kepemimpinan nasional.

Soekarno sempat menyikapinya dengan mengeluarkan pidato pembelaan yang dikenal dengan "Nawaksara". Namun, MPRS menolak pidato pertanggungjawaban itu.

Soekarno pun diberhentikan sebagai Presiden pada 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS. Soeharto kemudian ditunjuk sebagai "pejabat Presiden" setahun kemudian, yaitu pada Maret 1967.

Penunjukan berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.

Posisi ini diemban Soeharto sampai dipilihnya Presiden  oleh MPRS hasil pemilihan umum. Selama menjadi pejabat Presiden,  Soeharto melakukan sejumlah perubahan terutama rencana pembangunan.

Berbagai sektor mulai dibenahi dan mengubah sistem yang ada pada era Soekarno. Mendekati pemilihan umum pada 1971, perbincangan hangat mengenai penunjukan Soeharto menjadi Presiden penuh akhirnya muncul. MPRS melakukan sidang untuk meresmikan kepemimpinan Soeharto

Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 23 Maret 1968, pada musyawarah pleno ke-IV MPRS, beberapa pihak menyuarakan pendapatnya untuk mengangkat  Soeharto  menjadi Presiden secara penuh.

Mereka adalah perwakilan dari masing-masing partai dan wilayah di Indonesia. Tentunya, pengangkatan  Soeharto jadi Presiden harus disertai upaya menghilangkan nama S dalam MPRS, jadi MPR.

Akhirnya, terjadilah kesepakatan bersama pada 26 Maret 1968, Soeharto dinyatakan sebagai Presiden penuh untuk memimpin Indonesia.

Adapun, mekanisme yang dilakukan MPRS adalah dengan menyiapkan segala sesuatu terkait pelantikan Soeharto. MPRS juga menyiapkan rancangan ketetapan baru untuk menjamin lancarnya pelantikan tersebut.

Soeharto dilantik

Sehari kemudian,Soeharto dilantik menjadi Presiden ke-2 RI secara penuh. Status pejabat Presiden yang melekat padanya seketika berganti menjadi Presiden.

Pada 27 Maret 1968,  Soeharto menyampaikan pidato perdananya sebagai Presiden ke-2 RI.

Harian Kompas yang terbit pada 29 Maret 1968 menjelaskan, Soeharto dalam pidato perdananya menyatakan dua tema pokok:

Pertama, mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kedua, menegakkan konstitusi termasuk mengembalikan demokrasi.

Menurut Soeharto, kedua tema ini tak boleh dipertentangkan namun diserasikan satu sama lain.

Dalam upacara pelantikan selama 40 menit itu, Soeharto juga mengajak masyarakat untuk melaksanakan putusan-putusan SU (Sidang Umum) ke-V MPRS terutama bidang pembangunan.

Ke Luar Negeri

Sehari setelah pelantikannya menjadi Presiden, Soeharto mempunyai jadwal kunjungan ke luar negeri. Jepang dan Kamboja menjadi tujuan rombongan Presiden.

Khusus Jepang, kunjungan ini bertujuan untuk mencapai kerja sama ekonomi. Rombongan terdiri dari 45 orang, yaitu para pejabat negara dan wartawan.

Sebelum Soeharto berangkat, mandat untuk menjaga keamanan dan keselamatan negara diberikan kepada menteri negara Hamengkubuwono IX, sekaligus menjadi pejabat Presiden.

Harian Kompas yang terbit pada 28 Maret 1968 menulis, Soeharto memberikan mandat kepada Hamengkubuwono IX untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari sebagai Kepala Negara selama berada di luar negeri.

Ia juga mempunyai wewenang sebagai menteri luar negeri karena Menlu Adam Malik juga ikut Presiden ke luar negeri. **Prc1

Artikel ini telah tayang di KompasCom dengan judul "26 Maret 1968, Saat Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno Jadi Presiden"


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER