Kanal

Sidang Prapradilan, Dua Ahli Hukum Pidana Sepakat, Pasal 2 Dan Pasal 3 UU PTPK Delik Materil

PELITARIAU, Inhu - Sidang pra pradilan yang dimohonkan Satar Hakim mantan kepala desa (Kades) Usul Kecamatan Batanggansal melawan Kejaksaan negeri (Kejari) Indragiri hulu (Inhu), dalam agenda melihatkan bukti-bukti dan mendengarkan keterangan saksi serta keterangan ahli Jum,at (16/6/2017) di Pengadilan Negeri (PN) Rengat kelas II berlangsung lebih dari 13 jam, sidang yang dimulai pukul 08.30 WIB berakhir sekitar pukul 10.15 WIB.

Sidang pra pradilan yang dipimpin hakim tunggal Omori R Sitorus SH MH berlangsung alot, pihak pemohon Satar Hakim melalui kuasa hukumnya Dody Fernando SH MH, Yeni Darwis SH dan Elhadi SH membuktikan dalil-dalil kesalahan dalam penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan harta benda milik Satar Hakim oleh pihak penyidik Kejaksaan Inhu dalam dugaan penjualan hutan dan penerbitan Surat Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) serta ilegal mining dalam dugaan korupsi di Desa Usul priode tahun 2000-2013 saat Satar Hakim menjabat Kades.

Dua ahli hukum pidana yang di hadirkan oleh pemohon dan termohon sepakat, kalau penerapan pasal 2 dan pasal 3 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) adalah delik materil sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 25/PUU-XIV/2016 tertanggal 25 Januari 2017 tentang kerugian negara dalam tindak pidana korupsi dibuktikan dengan hasil audit BPK, BPKP, Inspektorat atau lembaga resmi yang berwenang.

Dari pemohon Satar Hakim yang semula akan menghadirkan 8 orang saksi hanya menghadirkan 5 orang saksi 4 saksi yang membuktikan kebenaran dalil-dalil kesalahan penyidik dalam penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan harta benda milik tersangka serta satu orang keterangan ahli hukum pidana DR Erdianto Efendi SH Mhum dari Universitas Riau.

Sedangka termohon Kejari Inhu diwakili Agus Sukandar dengan jabatan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Inhu, Nur Winardi dengan jabatan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Inhu,  Nugroho Wisnu Pujoyono SH jabatan Kasi Intelijen dan Rional sebagai jaksa fungsional Kejari Inhu, dari 8 saksi yang dijanjikan akan dihadirkan dalam sidang, namun hanya menghadirkan satu orang ahli hukum pidana Dr Sahuri Lasmadi SH Mhum dari Universitas Jambi.

Dalam fakta persidangan, penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK meski sepakat masuk dalam delik materil, namun dua ahli hukum pidana ini berbeda dalam sistim penerapannya oleh penyidik, DR Erdianto Efendi SH Mhum mengartikan putusan MK tentang kata "Dapat" harus diterapkan diawal oleh penyidik dalam melakukan penyelidikan perkara dugaan korupsi dengan menjadikan hasil kerugian negara sebagai alat bukti permulaan yang cukup, namun Dr Sahuri Lasmadi SH Mhum mengartikan kalau, kerugian negara merupakan pokok perkara dan hanya dibuktikan di pengadilan pokok perkara.

Namun demikian, keterangan ahli hukum pidana Erdianto Efendi menerangkan, kalau tugas pokok Kejaksaan dalam undang-undang nomor 16 Tahun 2004 juga mengatur tentang Tindak pidana khusus (Pidsus) yang bisa di lakukan penyelidikan oleh penyidik kejaksaan hanya tentang dugaan korupsi keuangan negara yang bersifat khusus dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. "Kalau soal SKGR dalam kawan hutan dan ilegal mining tidak bisa langsung diterapkan undang-undang PTPK, ada undang-undang khusus yang mengatur soal hutan dan ilegal mining," kata Erdianto.

Selain itu kata Erdianto, dalam hukum acara pidana jika masuk dalam delik materil, terlebih dahulu harus mencari benar dan terang tindak pidana yang sudah terjadi. Dalam perkara kehutanan dan ilegal mining, bukti awal yang cukup haruslah menyertakan hasil audit kerugian negara dan keterangan ahli dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Hutan (KLHK) serta keterangan kerugian negara dari kementrian ESDM, itu untuk bukti awal penetapan tersangka," kata Erdianto menafsirkan putusan MK nomor 25/PUU-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017.

Selanjutnya, rangkaian penyidikan untuk menentukan terangnya sebuah tindak pidana juga harus memperhatikan delik formil, dalam surat perintah penyitaan nomor Print.Sita-04/N.4.12/Fd.1/05/2017 tanggal 19 Mei 2017 bedana nama dan beda pemilik harta benda yang dilihatkan pemohon dan termohon kepada Erdianto dan hakim Omori, Erdianto berpendapat, kalau surat Print Sita atas nama Carfios namun harta benda milik Satar Hakim cacat formil. "Hakim yang menentukan sah tidaknya surat penyitaan, namun surat itu harus diperbaiki hasil putusan hakim," jelas Erdianto.

Diakhir keterangan Erdianto, dalam penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU PTPK penyidik baik dari kepolisan, ataupun penyidik dari kejaksaan harus hati-hati, sebab seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam dugaan korupsi adalah merampas kemerdekaan. "Penetapan tersangka bagian dari upaya paksa, itu merampas kemerdekaan orang, bagai mana orang dituduh korupsi kalau kerugian negara belum ada dari BPK atau lembaga berwenang," jelas Erdianto.

Sahuri Lasmadi dalam keterangan ahli pidana yang dijelaskannya di dalam persidangan menjelaskan, kalau penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan merupakan rangkaian penyelidikan yang dilakukan penyidik. "Biasa saja penyidik menetapkan tersangka korupsi sebelum keluar hasil audit dari BPK atau lembaga berwenanng," jelasnya.

Sedangkan pemangku adat, Nasaridin, dari desa Usul, saksi yang dihadirkan oleh pemohon, menjelaskan kalau sejak Desa usul berdiri tahun 1942 dilokasi hutan dan lokasi ilegal mining yang masuk dalam dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Inhu sebelumnya tidak ada masalah. "Lokasi yang diterbitkan SKGR oleh mantan kades adalah kebun karet tua, yang sebagian lahan sudah berubah menjadi kebun kelapa sawit, rumah saya masih ada di lokasi itu," kata Nasarudin.

Selanjutnya, sebelum kades Satar Hakim menjabat, dilokasi yang disebut hutan tersebut sudah ada kegiatan penambangan batu raw yang sekarang dibilang batuan andesit. perusahaan yang pernah melakukan penambangan batuan andesit dilokasi itu adalah PT Tripa, PT Amin Mulya dan PT Hutama Karya. "Suampah saya jangankan menjunjung Al-Qur'an memijak Al-Qur'an saya siap menyatakan kalau saat ini lokasi yang ada SKGR itu bukan lagi kawasan hutan, sebab sebelumnya ada tanaman masyarakat berupa kebun karet tua, pohon durian dan pohon kopi," ucapnya. **Andri/tim


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER