ICW Nilai Kinerja Aparat Lemah, Tunggakan Kasus Korupsi Capai 82,8 Persen

Senin, 29 Agustus 2016

ICW

PELITARIAU, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai kinerja aparat penegak hukum dalam tahap penyidikan masih lemah. Ini terbukti sebanyak 82,8 persen kasus korupsi pada semester satu 2016 belum juga naik ke tahap penuntutan atau menunggak.

"Kinerja aparat penegak hukum sangat rendah, hanya 17 persen berhasil naik ke penuntutan 82 persen masih dalam tahap penyidikan. Masih belum jelas kelanjutannya," kata peneliti ICW Wana Alamsyah di Jakartadikutip CNN Indonesia, Minggu (28/8).

Hasil pemantauan ICW atas perkembangan kasus korupsi pada semester satu 2016, dari 911 kasus hanya 156 kasus atau 17,1 persen yang naik ke penuntutan. Tunggakan kasus yang masih tetap dalam tahap penyididikan sebanyak 755 kasus.

Rinciannya, kasus yang ditangani Kejaksaan sebesar 112 kasus naik ke penuntutan dari 639 kasus (82,5 persen). Kepolisian menyelesaikan penyidikan 35 kasus dari 246 kasus (85,8 persen), dan KPK yang menangani 26 kasus berhasil menaikkan 9 kasus (65,3 persen).

ICW menyoroti beberapa kasus yang masih berada ditahap penyidikan. Diantaranya, kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2012 yang melibatkan direktur di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Sugihari, dengan kerugian negara sekitar Rp1,12 triliun. KPK sudah menyidik kasus ini sejak 2014.

Kasus dugaan pengadaan alat kesehatan buffer stock yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Kasus dengan kerugian negara sekitar Rp6,1 miliar ini masih ditangani KPK sejak diambilalih dari Bareksrim pada 2014.

Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pusat layanan internet kecamatan di Kemenkominfo yang melibatkan Kepala Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informasi Doddy Nasiruddin dan Direktur PT Multidata Rancana Prima yang menjadi rekanan. Kasus itu masih disidik oleh Kejaksaan Agung dari tahun 2013.

Sementara Kejaksaan yang paling banyak memiliki tunggakan kasus adalah Kejaksaan di Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Adapun kepolisian daerah dengan kasus paling banyak di penyedikan adalah kepolisian di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

Wana menyarankan agar dibuat peraturan mengenai batas waktu menyelesaikan kasus tindak pidana korupsi. Menurut Wana, peraturan tersebut sudah ada dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009. Namun peraturan itu diganti dengan Perkap No 14/2012 Tentang Manajemen Penyidikan.

Di balik mangkraknya banyak kasus, ICW mengapresiasi kerja KPK. Menurut ICW, KPK berhasil menyidik kasus setelah menghadai rintangan di awal tahun 2015 kasus cicak vs buaya.

"Semester satu ini KPK bangkit, KPK sudah pulih dan lari kencang. Lebih banyak dari pada Kepolisian dan Kejaksaan," kata Program Manajer Divisi Investigasi ICW Febri Hendri.

Kasus yang ditangani KPK, menurut ICW, dari segi angka memang tergolong kecil namun lebih baik dari kualitas dengan pelaku yang diketahui oleh publik. KPK menyidik sebanyak 18 kasus di semester satu tahun ini, meningkat dari periode yang sama tahun lalu yang berjumlah tujuh kasus.

"Pertanyaannya adalah persoalannya apa di kepolisian dan di kejaksaan sangat sulit menyelesaikan kasus?" kata Febri.

Febri meminta agar KPK memerluas jangkauannya terhadap penegak hukum yang lain serta melihat kasus korupsi yang tidak hanya operasi tangkap tangan. "OTT bagus, tapi yang lain juga banyak," ujarnya.***(prc)