Dipertanyakan Opsi Sistem Pemilu di RUU Pemilu

Ahad, 28 Agustus 2016

Jimly Asshiddiqie

PELITARIAU, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mempertanyakan opsi sistem pemilu proporsional kombinasi yang dibuat oleh pemerintah pada draf kodifikasi RUU Pemilu. Menurutnya, pemerintah harus tegas memilih antara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.

"Jangan mengarang, pokoknya pasti saja mau proporsional tertutup atau terbuka. Oke kalau (proporsional) tertutup, tapi di internal partai mekanisme pencalegannya harus terbuka dengan melibatkan survei, misalnya," kata Jimly di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Pusat dikutip CNN Indonesia, Sabtu (27/8).

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri memiliki tiga opsi sistem untuk pemilu anggota DPR dan DPRD. Ketiga opsi itu adalah sistem pemilu proporsional terbuka, tertutup, dan kombinasi.

Pada opsi sistem proporsional terbuka, pemungutan suara dirancang berjalan sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Pemegang hak suara dapat memilih partai politik dan calon anggota legislatifnya secara bebas. Penentuan caleg yang meraih kursi di lembaga legislatif ditentukan oleh besaran suara yang diperoleh saat pemungutan suara.

Sementara, pada sistem proporsional tertutup pemegang hak suara hanya bisa memilih parpol. Penentuan caleg yang menempati kursi perwakilan rakyat murni menjadi kewenangan partai, dengan memperhatikan besaran jatah kursi yang mereka peroleh dalam pemilu.

Pada sistem proporsional campuran atau kombinasi, pemegang hak suara dapat memilih parpol atau caleg yang diajukan. Namun, parpol memiliki kewenangan memilih caleg yang akan ditempatkan di lembaga perwakilan tanpa harus terpaku pada perolehan suara caleg.

Menurut Jimly, sistem proporsional kombinasi rawan dibatalkan penerapannya oleh Mahkamah Konstitusi. Ia pun menyarankan pemerintah memilih sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup pada Pemilu 2019.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 ini mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup dapat kembali diterapkan pada Pemilu. Syaratnya, harus ada perbaikan mekanisme di internal partai dalam pencalonan kader untuk menjadi anggota dewan.

"Bisa tidak diatur dalam ketentuan UU Partai di pasal mengenai keterbukaan sistem rekruitmen caleg. Itu bisa dimasukkan di dalam UU baru," katanya.

Ketiga opsi sistem pemilihan tersebut akan dibahas bersama oleh pemerintah sebelum draf kodifikasi RUU Pemilu diserahkan ke DPR RI.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya berkata, draf Kodifikasi RUU Pemilu sudah berada di tangan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Targetnya, draf akan diserahkan ke DPR sebelum Oktober.

"Mudah-mudahan begitu Pak Menkopolhukam putuskan, nanti kita ajukan apakah (draf) perlu dibahas dalam ratas atau tidak. Pada prinsipnya, arahan presiden menyatakan bahwa pasal yang ada dan sudah baik tidak, perlu diubah," ujar Tjahjo.***(prc)