PDI-P Bisa Dianggap Melahirkan sekaligus Mematikan KPK

Senin, 08 Februari 2016

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti.

PELITARIAU, Jakarta - Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan sebagai partai pengusungnya disarankan untuk berhati-hati terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti mengatakan, poin-poin dalam draf revisi UU KPK yang dinilai oleh publik dapat melemahkan KPK bisa saja semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap Jokowi dan PDI-P.

Jika poin-poin revisi itu disetujui, maka citra PDI-P sebagai partai pemenang pemilu dapat tercoreng di mata publik.

"Kalau tekanan revisi UU KPK terus terjadi, bukan mutahil PDI-P akan dipersepsikan partai yang melahirkan dan mematikan KPK," ujar Ikrar dalam pemaparan hasil survei Indikator Politik Indonesia di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2016) sebagaimana diberitakan KOMPAS.com

Menurut Ikrar, tidak ada satu pun dari poin-poin revisi UU KPK yang beredar di masyarakat, yang tidak melemahkan KPK. Revisi UU KPK justru menghilangkan independensi KPK sebagai lembaga khusus dalam bidang pemberantasan korupsi.

KPK didirikan pada 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri sekaligus Ketua Umum DPP PDI-P. Kini, PDI-P menjadi salah satu partai pendorong dilakukannya revisi UU KPK.

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik menurun dalam setahun terakhir. Tingkat kepercayaan publik turun dari 50,1 persen pada Januari 2015, menjadi 39,2 persen pada Januari 2016.

Peneliti Indikator Hendro Prasetyo mengatakan, penurunan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh wacana revisi UU KPK yang dianggap tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi.**