Sengketa Pilkada Kuantan Singingi, Hakim MK Pertanyakan Beda Data Formulir C1

Senin, 01 Februari 2016

PELITARIAU, Jakarta - Hingga memasuki sore hari, Mahkamah Konstitusi (MK) masih menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Kuantan Singingi dengan nomor perkara 65/PHP.BUP-XIV/2016. Duduk sebagai pemohon adalah pasangan calon nomor urut 1 Indra Putra-Komperensi.

Terdapat 3 pasangan calon bupati dan wakil bupati di Kabupaten Kuantan Singingi, yaitu paslon 1 Indra Putra-Komperensi dengan perolehan 63.196 suara, paslon 2 Mursini-Halim dengan perolehan 63.544 suara dan paslon 3 Mardjan Ustha-Muslim dengan perolehan 32.983 suara.

Sidang yang dipimpin oleh Azwar Usman yang didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Aswanto berjalan cukup alot sejak pukul 13.30 WIB di Ruang Sidang Panel 3 MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (1/2/2016) sebagaimana dilansir detk.com. Para saksi baik dari pihak pemohon, termohon (KPUD) maupun terkait terus diberondong pertanyaan dari hakim konstitusi.

Salah satu pertanyaan datang dari hakim Aswanto mengenai ketidakcocokan jumlah formulir C1 yang disebut pemohon dengan data yang diterima oleh KPUD setempat. Pasangan Indra Putra-Komperensi mengklaim ada perbedaan perhitungan perolehan suara Formulir C1 antara yang ditampilkan di situs KPUD dengan hasil pleno.

Pemohon menyebut Formulir C1 untuk pihaknya di TPS 1 di Desa Pulau Panjang Huku, Kecamatan Inuman mendapat 164 lembar suara tetapi justru dalam rapat pleno kecamatan terungkap hanya 64 lembar suara. Begitu pula di Desa Pulau Panjang Ilir, Kecamatan Inuman.

Diduga di TPS 1 Desa Pulau Panjang Ilir dan Desa Pulau Panjang Hulu ada yang dengan sengaja tidak memasukkan formulir C1 ke kotak suara. Hal tersebut terungkap pada pleno kecamatan dan ditemukan di rumah Ketua KPPS.

"Jadi saudara serahkan data ke pemberi mandat?" tanya Azwar kepada saksi terkait, Suyitno.

"Saya tidak kenal pemberi mandat," jawab Suyitno.

"Wah bahaya dong kalau gitu. Bisa jadi kalau saya yang kasih mandat gimana?" tanggap Azwar.

Setelah ditanya lebih lanjut lagi, jawaban Suyitno berbeda. Dia menyebut sempat melapor dan menyerahkan hasil perhitungan rekapitulasi yang membenarkan adanya 64 suara kepada pemberi mandat.

"Loh tadi katanya saudara enggak kenal?" tanya Azwar.

"Lupa Pak! Namanya juga sudah lama!" jawab Suyitno dengan nada yang agak tinggi.

Mendengar itu, Azwar tersenyum kecil. Dia meminta agar para saksi bersabar dalam memberi keterangan kepada para hakim saat dikonfirmasi.

"Sabar Pak. Di sini dilarang marah-marah jawabnya. Harus tenang," kata Azwar yang dibalas dengan senyum malu-malu Suyitno.

Ketua KPPS juga diduga melakukan pelanggaran di TPS 7 Desa Marsawa dan TPS 1 Desa Geringging Jaya, Kecamatan Sentajo Raya dengan sengaja tidak memasukkan formulir C1 ke dalam kotak suara. Kemudian pasangan Indra Putra-Komperensip juga menyebut ada kesengajaan anggota PPS di Desa Munsalo, Kecamatan Kuantan Tengah; Desa Pulau Panjang Hulu, Kecamatan Imunan; Desa Bedeng Sikuran, Kecamatan Imunan; Desa Sungai Langsat, Desa Sako, Dusun Remaja, desa Pembatang, Kecamatan Pangean; Desa Bukit Raya, Kecamatan Singigi Hilir dan masih banyak lagi sengaja tidak menyampaikan undangan kepada pemilih pendukung paslon 1.

Ada pula dugaan money politics pada 8 Desember 2015 di sejumlah TPS yang diberi oleh pendukung paslon nomor urut 2 senilai Rp 50-150 ribu agar memilih mereka. Selain masalah C1 dan money politic, pemohon juga menggugat dukungan Partai PPP yang diberikan kepada Mursini-Halim.

Menurutnya, pihak Indra Putra-Komperensi telah lebih dulu mendapat dukungan dari PPP kubu Djan Faridz tingkat provinsi dan kabupaten yang didaftarkan pada 27 Juli 2015. Akan tetapi, pasangan Mursini-Halim juga mendaftarkan dukungan dari PPP pusat pada keesokan harinya menjelang pendaftaran ditutup dan dinyatakan sah serta diterima oleh KPUD.

Padahal menurut mereka, pihaknya lah yang terlebih dulu sudah mendaftarkan. Dinilai cacat hukum dan melanggar aturan sejak awal pendaftaran, pemohon juga sempat mengajukan sengketa melalui Panwaslu Kabupaten Kuantan Singingi namun dimentahkan dengan alasan tidak memiliki legal standing.

Pasangan Mursini-Halim dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi syarat dukungan partai politik minimal 20% atau 25% suara. Pasangan tersebut maju mendaftar pada hari pendaftaran terakhir dengan menggunakan dukungan PPP, PDIP dan Gerindra. Sedangkan pada 27 Juli 2015, PPP berkoalisi dengan NasDem, Demokrat, PAN dan Hanura telah mengusung pemohon sebagai paslon nomor 1.

Hasil akhir penghitungan suara, pemohon dan paslon nomor urut 2 hanya memperoleh selisih perolehan suara, takni 348 suara atau 0,27%. Pihaknya menduga ada beberapa TPS sengaja melakukan pelanggaran untuk menguntungkan paslon nomor urut 2. Sehingga mereka menggunakan dalil UU No 8 Tahun 2015 dan PKPU No 12 Tahun 2015 meminta agar diadakan pemungutan suara ulang di 16 TPS.**