Tegakkan yang Wajib, Hidupkan yang Sunnah

Jumat, 04 Desember 2015

Ustadz Yusuf Mansur

Ust Yusuf Mansur

Saya menyebut tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan. Ketika yang lain menamakan pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya iman.  

Dibalik sunnah itu ada kejayaan," begitu saya dengar dari Kyai saya. Dan subhaanallaah, ketika saya mempraktekkan urusan-urusan sunnah untuk saya hidupkan, perubahan signifikan terhadap hidup  dan kehidupan saya memang sangat terasa. Sunnah itu banyak; urusan sunnah-sunnah shalat misalnya, banyak sekali. Tapi diatas sunnah-sunnah itu ada yang mu'akkadah ini kalau bisa, jangan sampai ditinggal. Diantaranya; qabliyah, ba'diyah, dhuha dan tahajjud.

Dalam satu dua kesempatan, saya mengatakan jika kita terlalu lama kita meninggalkan  sunnah-sunnah mu'akkadah, maka akan terasa sekali pengaruhnya ke rejeki kita, kelancaran segala urusan kita, ketenangan hidup kita. Sebab apa? sebab diantaranya, kita tidak berkategori "bersyukur". koq begitu? ya, saya katakan, sebelum kuliah, shalat wajib sudah tertegak, setelah kuliah, mestinya kan nambah.
Nambah dengan shalat sunnahnya. Sebelum kerja, belum ada shalat sunnah-sunnahnya, belum ada sedekahnya, belum ada puasa sunnahnya, masa setelah bekerja lalu ibadahnya "konstan/tetap", alias tanpa sunnah-sunnah? Lah ini namanya kan tidak bersyukur. Mestinya kan nambah. Nambah dengan ibadah sunnah-sunnahnya.

Lebih aneh lagi, jika ada orang habis habisan  di ibadah sunnahnya sebelum bekerja, sebelum usahanya naik; dhuha dan tahajjud-nya getol, eh setelah kerja dan usaha enak, malah hilang. Ini yang disebut tidak bersyukur. Sama anehnya, bila ada orang yang hanya menegakkan sunnah, tapi yang wajibnya keteteran. Makanya, saya senang mengatakan "tegakkan yang wajibnya, hidupkan yang sunnahnya.".

Dalam satu waktu, Mu'allim Syafii Hadzami, guru saya menyebut, bahwa tidak disebut shalat wajib, jika tidak tertegak shalat shalat sunnah qabliyah dan ba'diyahnya. Saya dijelaskan, bahwa memang begitu. Padahal kan kita selama ini belajar istilah sunnah sebagai; kalau dilakukan berpahala, kalau tidak dilakukan  tidak berdosa.

Lah ini lain lagi, saya diberitahu lewat sudut pandang yang berbeda; kalau shalat wajib dilakukan tanpa shalat sunnah tidak diterima itu shalat wajibnya. Tentu pandangan ini sifatnya pengajaran ya. jangan hitam putih. Suatu kesempatan lain saya ditanya, shalat dzuhur berapa rakaat? ketika dijawab empat rakaat, jawaban itu ternyata salah. Yang benar adalah 8 rakaat. Dua qabliyah-nya, dua ba'diyah-nya.

Program program ihyaus sunnah itu betul betul akan mengajak orang-orang untuk belajar tentang ibadah-ibadah sunnah dan menjalankan-nya. Supaya berkategori cinta sama Rasulullah juga, sebagai pintu atau prasyarat cinta kepada Allah.

Sementara shalat dhuha, yang ternyata sunnah mua'kkadah, besar fadhilah dan keutamaan-nya. Allah dan Rasul-Nya menyuruh shalat dhuha agar rejeki terbuka, dan atau menjanjikan keutamaan dhuha bisa begini bisa begitu. Asal. shalat dhuha itu ikhlas.

Jangan karena pingin kaya, jangan karena pingin pintu rejeki dibuka, jangan karena pingin banyak duit, begitu kita dengar dari orang orang yang ingin memurnikan ibadah agar semata ikhlas karena Allah. Saya menyebut tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan. Ketika yang lain menamakan pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya iman.

Percaya, karena saya percaya sama apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya, lah saya kerjakan. Ketika, ya saya sambut. Saya kerjakan. Sepenuh hati. Ini juga namanya ikhlas. Bahasa entengnya; nurut, tunduk. Kita percaya sama Allah. Masa janji yang dijanjikan oleh Yang Maha Benar itu kita sia-siakan? iya ga? Sambut, percaya, yakini, dan jalankan.

Manteb, apalagi yang utama selain begini? ketika yang lain shalat dhuha kosongan (tak berharap apa apa), saya mengerjakan dengan "isi". Maksudnya, dengan doa. Doa itu permintaan dan harapan. Tidak usah pakai dhuha, doa tanpa dhuha juga tidak apa apa. Apalagi kalau mau dibarengi dengan dhuha sebagai amal shaleh pengiring doa.

Yang lain yang tidak meminta sama Allah, akan pulang dengan membawa pahala dhuha-nya saja. Sedang saya dan jutaan orang yang meminta kepada Allah dengan mandahuui dhuha, akan pulang dengan membawa pahala dhuha, keyakinan, dan pahala doa. Saya bersyukur bila ini jadi perenungan. Yang penting tidak jadi kegelisahan, sebab Allah Maha betul betul Maha Pengampun.

Mudah-mudahan renungan ini membuat kita kita menjadi orang yang mulai menaruh perhatian tergadap urusan-urusan ibadah. Selama ini kita hanya perhatian sama urusan urisan kita saja, termasuk urusan urusan dunia kita. Tapi urusan urusan Allah, hak-hak Allah, kita bisa-biasa saja. Tidak ada perhatiannya melainkan sedikit. Syukur syukur kita bila berkenan memanjatkannya di keheningan malam, di mana Allah memang benar-benar turun menawarjan bantuan-Nya.

Subhaanallaah, semoga Allah tidak mencabut keberkahan negeri ini. Selamat menegakkan shalat dhuha dan amalan-amalan sunnah lainnya. Mari kita sama benahi yang wajib, dan ngidupin yang sunnah. Saya berdoa agar kita tidak tertipu daya syetan, yang kadang ia berbisik kepada kita; tuh, lihat, kamu mendekat, malah Allah menambah bebanmu.

Atau dengan halus syetan mengatakan. Makanya, ibadah ya ibadah saja. Ga usah punya niat niat gitu. Jadi tidak murni. Akhirnya, sepilah kita dari spirit. Sepilah kita dari motivasi, akhirnya tenggelamlah ibadah kita lantaran tak ada semangat. Dan akhirnya, sepi juga dari berdoa. Salam. (fan, dari Yusuf Mansur.myblogrepublika.com)