Mendagri: Kritik Boleh, Asal Tak Sebarkan Kebencian

Sabtu, 07 November 2015

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo

PELITARIAU, Jakarta - Surat Edaran (SE) Kapolri, Jenderal Polisi Badrodin Haiti, tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech, terus menuai pro kontra. Banyak pihak mengkhawatirkan SE itu membatasi kebebasan publik dalam menyampaikan pendapat di berbagai media, khususnya media sosial.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan orang boleh mengkritik dengan keras, tetapi tidak boleh menyebarkan sesuatu yang bernada kebencian. Alasannya, menyebarkan sesuatu bernada kebencian berbahaya, bisa menimbulkan konflik.

"Sekarang kalau saya menghina Anda, menghujat di tempat terbuka, marah tidak? Ada etikanya, ada aturannya, intinya di situ," kata Tjahjo di Ancol, Jakarta Utara, Jumat,  6 November 2015.

Ia menilai, SE tersebut tidak akan mengurangi kebebasan publik dalam menyampaikan pendapat. Tjahjo menuturkan bahwa orang boleh bebas berbicara di berbagai media tetapi harus tetap beretika.

"Jangan dilihat dari sisi itu. Misal, Pak Jokowi dikritik bebas, tapi kalau dibuat karikatur porno, bagaimana? Itupun masih dimaafkan," tegas Mendagri.

Karena itu, menurut Tjahjo, SE itu memang diperlukan. Kapolri, kata Tjahyo melalui SE itu hanya mengingatkan, bahwa pentingnya agar orang tidak dengan mudah menyebarkan kebencian.

Diketahui, Surat Edaran Ujaran Kebencian mengatur tentang pedoman teknis anggota Kepolisian guna penanganan ujaran kebencian yang kian marak bertebaran di berbagai media, termasuk pada jejaring sosial.

Surat edaran itu menyoal penindakan bagi setiap orang yang menyampaikan pendapat di ruang publik dengan menyebar kebencian, khususnya di media sosial.

Aspek yang dianggap dapat menyulut kebencian juga tak terbatas pada suku, agama, ras, etnis, dan golongan. Melainkan hal lain yang terkait warna kulit, jender, kaum difabel, hingga orientasi seksual juga tak luput menjadi perhatian dalam surat edaran itu. (viva)