Wah... Hasil Cabe Warga Meranti ini Bisa Bangun Rumah

Kamis, 04 September 2014

Mawardi saat di kebun cabemiliknya

PELITARIAU, Selatpanjang - Kegigihan Muhardi (30) dalam mengelola kebun cabe miliknya di Desa Mekong, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, patut dicontoh petani lainnya. Tanpa dukungan dana dari Pemerintah, pemuda ini berhasil mengembangkan kebun cabe seluas 1 jalur, sehingga dari hasil kebun itu mampu membangun rumah dan membeli sebidang tanah.
 
Ditemui di kebunnya, Selasa (2/9/2014), Muhardi menceritakan bahwa dirinya telah mengelola kebun cabe itu sejak 2 tahun lalu. Kebun cabe seluas 1 jalur itu dibangun di atas lahan milik ayah kandungnya Salim (52), dan digarap bersama istri dan saudara dengan biaya sendiri.
 
"Alhamdulillah, dari hasil kebun cabe ini saya dapat membangun rumah dan membeli sebidang tanah seluas dua jalur yang siap dipanen karetnya. Setiap kali panen saya juga sisihkan untuk membeli bahan bangunan hingga rumah kami selesai," ungkap Muhardi dengan rasa syukur seperti dilansir meranti online.
 
Awal mula berkebun cabe, pria bertubuh kekar ini mengaku hanya dengan mencoba-coba. Didukung ilmu yang dipelajari dari internet, Muhardi lebih memahami teknik berkebun cabe mulai dari pembibitan, pengolahan tanah hingga perawatan.
 
Tahap berkebun cabe dimulai dengan menggemburkan lahan yang dilakukannya dengan cangkul. Untuk mengurangi kadar asam tanah, ia menggunakan kapur dan membiarkan endapan kapur itu selama 10 hari. Selanjutnya memberikan pupuk kandang dari kotoran ayam yang sudah kering.
 
"Lahan yang sudah digembur dan ditabur pupuk, selanjutnya ditutup dengan plastik terpal (plastik cor). Lobang dibuat berjarak 30 cm atau lebih untuk ditanam bibit yang sebelumnya sudah disemai terlebih dahulu dilokasi lain," ujarnya.
 
Dalam sebulan, lanjutnya, cabe dipanen sebanyak empat kali dengan total produksi rata-rata mencapai 1,5 ton untuk lahan seluas satu jalur. Ia juga mempekerjakan 25 orang hingga 30 orang untuk menanam bibit dan panen.
 
"Pekerja menanam bibit diberi upah Rp100 perbatang dan pekerja pemetik cabe diupah Rp2.000 sampai Rp4.000 per kilogram saat harga jual naik. Rata-rata dalam satu hari pekerja dapat memetik cabe sebanyak 25 kg perorang," jelasnya.
 
Muhardi mengatakan, sejak mengelola kebun itu dua tahun lalu, dirinya belum pernah mendapatkan bantuan dana dan pembinaan dari instansi pemerintah. Padahal ia berniat ingin membantu menyalurkan pengetahuannya kepada karyawan dan masyarakat setempat. Namun masih terkendala modal untuk biaya bibit dan pemeliharaan.
 
"Setidaknya butuh modal Rp 12 juta untuk mengolah kebun cabe seluas 1 jalur. Untuk itu, saya sangat berharap dukungan modal Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, khususnya Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan untuk memperluas lapangan kerja bagi masyarakat setempat yang umumnya hanya mencari nafkah dari kebun karet," ucapnya.
 
Soal pemasaran, suami dari Eka ini tidak risau karena saat ini jumlah permintaan cabe masih cukup tinggi. Setidaknya ia telah memiliki 3 pemasok yang telah berlangganan tetap membeli cabe miliknya, antara lain dari Telukbelitung Kecamatan Merbau, Pasar Desa Insit dan bahkan hingga pasar di Kota Bengkalis.
 
"Tapi harga jual cabe setiap musim sering kali tidak stabil. Karena saat musim panen cabe 'banjir', harganya bisa turun sampai Rp6.000 per kilogram dan bisa naik hingga Rp 46 ribu per kilogram, terutama saat musim panas. (cr.ram)
 
Editorial : Ramdana Yudha