Tidak Ada Niat Melanggar Hukum, Warga Hanya Ingin Merubah Ekonomi

Kamis, 04 September 2014

ilustarsi :

PELITARIAU, Rengat - Sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi pada Rabu (03/09/2014), dalam perkara pembuatan perkebunan kelapa sawit tanpa perizinan di Kecamatan batangcenaku Kabupaten Inhu-Riau kembali digelar di Pengadilan Negeri Rengat. 3 orang ketua Kolompok tani dihadirkan sebagai saksi, dalam kesaksian terungkap ketidak tauan soal areal lahan yang di serahkan ke Kades adalah hutan yang perizinanya tidak boleh diterbitkan untuk perkebunan sawit.
 
Sidang dipimpin langsung oleh Kepala Pengadilan Negeri Rengat Kartijono SH MH, didamping dua hakim anggota Edi Junaidi SH MH dan Crimson SH dan dihadiri juga oleh Jaksa penuntut umum, Dalam fakta persidangan, terungkap bahwa ratusan haktare lahan perkebunan kelapa sawit yang dibuat oleh Koperasi Motha makmur diarealHutan Produksi Terbatas (HPT) yang tidak dikeluarkan perizinan perkebunanya oleh perintah, karena ketidak tauan masyarakat lahan HPT sudah digarap sejak lama. 
 
Dimana Tiga saksi yang dihadirkan masing-masing Suherman Ketua Kelompoktani (KT) Sepakat, Julius ketua KT Karya Bersama, dan ketua KT Mekartani Jaya seluruhnya tergabung dalam Koperasi Motha makmur. Sesuai fakta perisdangan, tiga saksi tersebut memebrikan keterangan yang hampir sama soal pembuatan perkebunan dan penyerahan lahan HPT kepada Kepala Desa Anak talang dan Kepayangsari kecamatan Batangcenaku, selanjutnya lahan diserahkan oleh dua kades kepada Koperasi Motha Makmur untuk dikelola dan dijadikan kebun kelapa sawit.       
 
Saat Ketua Majelis Hakim menanyakan Kartijono SH MH mennayakan, keuntungan apa saja yang didapat saksi ketika lahan HPT dikerjakan?, dalam keteranganya, saksi menjelaskan, setiap pekerjaan per satu haktare oleh kontraktor dilapangan, ketua KT yang sudah menyerahkan lahan mendapatkan uang Rp 50 ribu, ketika sesuai waktu masa yang disepakati maka setiap anggota KT dapat kebun. "Uang kami terima sesuai kesepakatan Momerendum of Understanding (Mou) uang tersebut kami terima untuk kontrol pekerjaan," jelasnya.
 
Disampaikanya juga, uang Rp 50 ribu yang diterima setiap per 1 haktare untuk masing-masing ketua KT digunakan sebagai modal mengawasi pekerjaan fisik dilapangan. "kami ikut mengawasi pekerjaan yang dilakukan kontraktor," jelas saksi.
 
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan kepada para saksi, mengapa lahan tersebut diserahkan kepada Kades, para saksi menjawab, kalau lahan tersebut tidak diketahui masuk dalam HPT sebab sudah lama mereka menggarap lahan tersebut untuk pertanian dan kebun karet. "Agar bisa mendapatkan modal dari koperasi untuk memebuatkebun kelapa sawit makanya kami serahkan lahan kepada kepala desa," ucap saksi.
 
Tiga terdakwa dalam sidang kasus pembuatan perkebunan kelapa sawit tanpa perizinan masing-masing Ketua KUD Motha makmur Samsuar, Kades kepayangsari Kapri Nata dan Kades Anak Talang Firdaus, mereka setiap persidangan terus didampingi Penasehat hukumnya, diantaranya Alhamra Ariawan, SH MH, Alihusin Nasution SH dan Jaka Marhain SH.
 
Kepada saksi, Penasehat hukum terdakwa Alhamra Ariawan SH MH menanyakan, apakah para saksi dan terdakwa mengetahui kalau areal yang akan dibangun kebun kelapa sawit adalah kawasan hutan yang izin perkebunannya belum bisa diterbitkan, Saksi menjelaskan, ketidak tauanya bahwa lahan tersebut dalam aeral HPT,  saksi kembali menjelaskan, kalau selama ini mereka sudah mengelola secara pribadi lahan yang dimasud untuk memenuhi kebutuhan hidup.
 
"Kami tidak ada niat melanggar hukum, kami hanya ingin meningkatkan ekonomi kami, tidak ada uang pribadi yang kami nikmati diluar dari kesepakatan-kesepakata," jelas saksi.
 
Selanjutnya saksi juga menjelaskan, Ketika diketahui kalau areal lahan yang akan dijadikan perkebunan ternyata tidak bisa diterbitkan perizinan dan aktifitas lapangan dihentikan oleh Pemerintah daerah, saksi menejlaskan juga semenjak itulah di areal lahan tidak ada lagi kegiatan pembuatan kebun dan kegiatan dihentikan.
 
Atas kasus pembuatan perkebunan tanpa perizinan yang lengkap, tiga orang masing-masing Ketua Koperasi dan dua kades dalam fakta persidang sebelumnya, kalau tiga terdakwa dinyatakan sudah melanggar UU No 18 tahun 2004 tentang perkebunan, dimana terdakwa  sudah melakukan pembuatan kebun kelapa sawit tanpa perizinan yang lengkap dijerat dengan pasal 46 ayat 1 dan ayat 2.
 
Diakhir persidangan, Penasehat hukum tiga terdakwa Alhamra Ariawan SH MH menjelaskan, kalau sejak puluhan tahun silam, areal yang digarap oleh masyarakat tidak ada pengawasan dari instansi terkait selanjutnya juga pekerjaan masyarakat tidak pernah ditegur. "Masyarakat sangat meyakini, kalau areal lahan yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit tersebut bisa dikelola," jelasnya.(cr.pen)
 
Editorial : Ramdana Yudha