Puluhan Ribu Warga Pelalawan Hadiri Talkshow Literasi Digital Kemkominfo RI

Senin, 24 Juni 2024

Puluhan ribu warga masyarakat Kabupaten Pelalawan, Riau, tumpah ruah memenuhi halaman Kantor Bupati, Minggu (23/6) malam. Senin, 24 Juni 2024

PELITARIAU, Pelalawan - Puluhan ribu warga masyarakat Kabupaten Pelalawan, Riau, tumpah ruah memenuhi halaman Kantor Bupati, Minggu (23/6/2024) malam. Mereka larut dalam buaian irama lagu yang dimainkan kelompok musik Kangen Band.

Grup musik asal Bandar Lampung itu sengaja hadir untuk memeriahkan diskusi literasi digital yang dikemas dengan format talkshow dan digelar ’chip in’ dalam acara Pesta Rakyat 2024

Mengusung tema ”Globalkan Budaya Lokal: Yuk Ngonten tentang Indonesia”, diskusi luring (offline) yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama komunitas pemuda setempat itu, merupakan rangkaian kegiatan untuk memberikan edukasi dan digitalisasi budaya lokal daerah Kabupaten Pelalawan.
 
Mengawali diskusi, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pelalawan Dodi Asma Saputra mengatakan, diskusi dalam rangkaian pesta rakyat Kabupaten Pelalawan 2024 ini, bertujuan agar masyarakat dapat memahami pentingnya peran dunia digital dalam mempromosikan budaya lokal.

”Ini sesuai dengan visi yang ingin diwujudkan Kabupaten Pelalawan,  sejahtera, mandiri, inovatif dan berdaya saing global secara berkelanjutan dalam masyarakat inklusif yang beradat, beriman, bertakwa dengan mengembangkan nilai budaya Melayu tahun 2025,” tutur Dodi dalam diskusi yang dipandu moderator Bobi Handoko itu.

Untuk mengglobalkan budaya lokal, lanjut Dodi, hal itu juga telah dicanangkan dalam bentuk misi untuk pengembangan pariwisata daerah. Dengan basis partisipasi masyarakat dan budaya Melayu sebagai perekat negeri, Dodi berharap Kabupaten Pelalawan maju wisata dan budayanya.

”Sebagai realisasi dan keinginan kuat untuk mewujudkannya, kini Pelalawan sudah memiliki website ’Klik Pelalawan’. Untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan apresiasi terhadap budaya lokal, kami juga telah melakukan workshop kreator konten lokal,” imbuh Dodi.

Dodi Asma Saputra menambahkan, banyak budaya dan objek wisata lokal yang dapat ’diglobalkan’. Misalnya, Balimau Sultan dan Balimau Potang Mogang, Bekudo Bono, Tahlil Beanyut, Menumbai Sialang.

”Objek wisatanya, antara lain, Istana Sayap, Tugu Equator, Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), dan Danau Betung,” rinci Dodi.

Diskusi berlangsung semarak. Selain dimeriahkan dengan penampilan Kangen Band, hajatan ini juga dihadiri sejumlah kelompok masyarakat (komunitas) di Kabupaten Pelalawan. Diantaranya, Komunitas Pemuda Melayu Pelalawan, Komunitas Muda Pangkalan Kerinci, Pelalawan Cermat Ceria, Langgam Seikijang Bisa, Komunitas Maju Pelalawan, serta warga masyarakat lainnya.

Dari perspektif budaya digital, Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Riau, Wahyu Ari Sandi mengatakan, budaya Melayu Riau mengacu pada suku, bahasa, seni tradisi, kerajinan, adat istiadat, maupun kuliner. Hal itu tercermin dalam beberapa pertunjukan festival dan helat budaya: Festival Budaya Melayu Riau, Bono Culture Festival, Malay Food Festival, Pacu Jalur, Festival Benteng Tujuh Lapis, dan lainnya.

”Riau telah mendunia melalui Riau Rhythm di Chicago, New York, New Jersey (USA) serta Spanyol. Riau mendunia juga melalui ramuan musik kontemporer dan hikayat sajian kelompok Djangat. Viralkan budaya Riau dengan rekaman konten budaya, dan banjiri media sosial dengan konten budaya Riau,” ajak Wahyu Ari Sandi.  

Sementara, menurut Praktisi TIK Indonesia Moh. Rouf Azizi, menampilkan budaya lokal secara akurat dan penuh rasa hormat merupakan suatu keharusan untuk membangun pemahaman yang mendalam dan menghargai kekayaan budaya suatu komunitas, terutama dalam konteks globalisasi dan akses informasi yang luas di era digital.

Berikut adalah beberapa prinsip yang dapat diikuti untuk menghindari stereotip atau penyederhanaan yang berlebihan:

1. Penelitian Mendalam: Sebelum membuat representasi budaya lokal dalam konten Anda, lakukan penelitian yang mendalam. Pelajari sejarah, nilai-nilai, tradisi, dan praktik budaya yang ingin Anda gambarkan. Ini membantu memastikan bahwa apa yang Anda sampaikan akurat dan tidak mengesampingkan kompleksitas budaya tersebut.

2. Konsultasi dengan Orang Lokal: Jika memungkinkan, konsultasikan rencana Anda dengan orang-orang lokal atau ahli budaya yang memiliki pengetahuan mendalam tentang masyarakat atau budaya yang Anda tuju. Mereka dapat memberikan wawasan yang berharga dan membantu Anda menghindari kesalahan atau stereotip yang tidak diinginkan.

3. Hindari Stereotip: Jauhi penggunaan stereotip yang dapat merendahkan atau menyederhanakan budaya tertentu. Stereotip seringkali menggambarkan hanya satu sisi dari budaya yang luas dan kompleks, sehingga mengurangi kekayaan dan keunikan budaya tersebut.

5. Sensitivitas terhadap Konteks: Selalu pertimbangkan konteks di mana Anda menyampaikan representasi budaya lokal. Apa yang mungkin diterima atau dianggap wajar dalam satu konteks budaya, mungkin tidak relevan atau bahkan tidak pantas dalam konteks lain.

6. Berpikir Kritis tentang Narasi: Pertimbangkan dampak dari narasi yang Anda sampaikan. Apakah ini memperkuat pemahaman yang akurat tentang budaya atau justru memperkuat stereotip yang sudah ada? Pikirkan bagaimana pesan Anda dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman lintas budaya.

7. Memberikan Penghormatan dan Pengakuan: Saat menggunakan atau mengadaptasi elemen budaya lokal, pastikan Anda memberikan penghormatan yang pantas kepada sumbernya. Beri pengakuan kepada komunitas atau individu yang menciptakan atau mewariskan budaya tersebut.

8. Edukasi dan Dialog: Selalu siap untuk belajar dan terlibat dalam dialog terbuka dengan masyarakat yang Anda gambarkan. Mendengarkan umpan balik dari individu atau komunitas yang mungkin memiliki pandangan berbeda dapat memperkaya pemahaman Anda tentang budaya lokal yang Anda tuju.

"Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, maka dapat menampilkan budaya lokal secara lebih akurat, penuh hormat, dan menghindari stereotip atau penyederhanaan berlebihan. Ini tidak hanya merupakan praktik yang etis, tetapi juga berkontribusi pada penciptaan lingkungan digital yang lebih inklusif dan bermakna," pungkas pria yang akrab disapa Azizi ini.

Untuk diketahui, diskusi luring seperti digelar di Kabupaten Pelalawan ini berada dibawah naungan program besar: Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD). GNLD digelar sebagai salah satu upaya Kemkominfo untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan hingga kelompok masyarakat menuju Indonesia yang #MakinCakapDigital.  

Sampai dengan akhir 2023, program #literasidigitalkominfo ini tercatat telah diikuti sebanyak 24,6 juta orang, yang dimulai sejak 2017. Kegiatan ini diharapkan mampu menaikkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia hingga akhir 2024.

Kecakapan digital menjadi hal penting, karena – menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) – pengguna internet di Indonesia pada 2024 telah mencapai 221,5 juta jiwa dari total populasi 278,7 juta jiwa penduduk Indonesia. **Ril