Keberadaan Pemerintah Bisa Menjadi Mata Air Bukan Air Mata Bagi Masyarakat

Ahad, 19 April 2015

PELITARIAU, Pekanbaru- Keberadaan daerah pesisir acap kali terdiskriminasikan, baik oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat, hal itu terlihat dari realisasi program pembangunan yang minim dari Provinsi  dan tidak terakomodirnya kebutuhan strategis daerah seperti sembako dan BBM.

 

Melihat kondisi itu, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Drs H Irwan, Msi berharap, keberadaan pemerintah bisa menjadi mata air bukan air mata bagi masyarakat.

 

"Kami berharap keberadaan pemerintah bisa menjadi mata air bagi masyarakat bukan air mata," ujar Bupati dihadapan Wakil Menteri Keuangan RI, Prof. Mardiasmo, Irjend Kemendagri Heru Santoso, dan Deputy SDA Kementerian Lingkungan Hidup RR Endah Murniningtyas dan Plt. Gubri H. Arsyadjuliandi Rachman, saat pembukaan acara Musrenbangprov di Hotel Labersa, Kampar, beberapa waktu lalu.

 

Dipaparkan Bupati, dirinya sangat sedih  melihat kondisi Meranti yang seolah dianak tirikan, oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Seperti ketersediaan BBM dan Sembako yang terus menipis sehingga menyebabkan kenaikan harga dan peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten termuda di Riau itu.

 

Sebagai salah satu daerah pnghasil Migas di Riau, justru mendapat kuota BBM yang sedikit sehingga sejak Kabupaten Meranti berdiri hingga saat ini, masyarakat Meranti belum pernah menikmati BBM bersubsidi.

 

"Hingga saat ini Meranti belum pernah menikmati BBM bersubsidi, harga perliter dijual 15 sampai 18 ribu rupiah," ujar Bupati.

 

Masalah ini sudah sering disampaikan kepada pihak Pertamina, dan terakhir kepada Presiden Jokowi dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Meranti beberapa waktu lalu.

 

"Kami sudah berkali-kali menyampaikan kepada Pertamina dan Presiden tapi tidak ada realisinya," ucap Bupati.

 

Lebih jauh dijelaskan Bupati, saat ini alokasi BBM di Kabupaten Meranti hanya sekelas Kecamatan, tidak ada penambahan sejak Meranti dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis, hal itu juga disebabkan SOP Pertamina yang hanya mendistribusikan BBM didaerah daratan, akibatnya bukan saja terjadi kelangkaan BBM tapi juga harga mahal.

 

Kondisi ini turut memperburuk kondisi Meranti yang sedang tumbuh untuk menjadi sejajar dengan Kabupaten lainnya yang lebih dulu terbentuk.

 

"Kondisi ini berdampak pada tingginya angka kemiskinan, bila tahun sebelumnya kita berhasil menekan angka kemiskinan hingga 35 persen kini kembali naik menjadi 40 persen,"ujar Bupati berharap mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat.

 

Kelangkaan BBM bukan menjadi masalah satu-satunya di Kabupaten Meranti, Keterbatasan stock sembako juga menjadi fenomena, sebagai daerah yang berada di pesisir, selama ini pasokan Sembako di Kabupaten Kepulauan Meranti berasal dari Tj. Balai Karimun disamping juga dari Provinsi tetangga Sumatera. Untuk di Tj. Balai Karimun yang masuk kawasan FTZ, perdagangan termasuk Sembako boleh dilakukan secara bebas, tapi untuk dipasok ke Meranti tidak diperbolehkan atau ilegal.

 

"Banyak pedagang kami yang saat memasok Sembako ditangkap, karena belum adanya persepsi soal aturan import" ujar Bupati berharap adanya regulasi khusus tentang perdagangan lintas batas yang diberikan pusat untuk Meranti. Apalagi jelang Idul Fitri mendatang.

 

Dengan cukupnya stock Sembako di Meranti, diharapkan dapat mengatasi kebutuhan masyarakat, sehingga tidak memberatkan dan mampu mensejahterakan masyarakat.

 

Masalah lainya yang perlu perhatian dari Pemerintah, yakni masalah penegakan hukum bidang kehutanan. Masalah yang dihadapi Meranti banyak masyarakat yang ditangkap karena mengambil kayu padahal kayu yang diambil berasal dari hutan rakyat.

 

"Jika masyarakat kecil yang mengambil kayu untuk keperluan sehari-hari ditangkap, sementara perusahaan bebas mengambil berapapun," ucap Bupati.

 

Dipaparkan Bupati, Situasi ini sangat berpotensi menyebabkan gangguan Kamtibmas. Untuk itu perlu adanya regulasi yang berpihak kepada masyarakat.

 

"Kami minta antara Kemendagri dan Kabupaten bisa melakukan koordinasi penegakan hukum, ini untuk meminimalisir konflik antara perusahaan dan masyarakat," ucap Irwan.

 

Masalah lainnya yang perlu menjadi perhatian oleh Pemerintah Pusat maupun Provinsi, yakni masalah rujukan rumah sakit bagi masyarakat miskin yang hanya memperbolehkan di RSUD Provinsi. Seperti diketahui kadang kala RSUD di daerah memiliki keterbatasan fasilitas maupun obat-obatan.

 

"Kadang kala karena masalah jarak dan jalan yang rusak, pasien keburu mati, kita berharap rumah sakit rujukan berada di remote daerah," jelas Bupati.

 

Menyikapi masalah itu pihak Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini, Irjend Kemendagri Heru Santoso, berjanji akan mencoba memfasilitasi ditingkat pusat baik masalah regulasi dan lainya, begitu juga masalah kebijakan yang berhubungan dengan Pemerintah Provinsi.

 

"Untuk masalah yang berhubungan dengan internal daerah akan kita bicarakan lebih lanjut untuk dicarikan solusinya," ujarnya kepada Bupati Irwan.

 

Penulis: Doni Ruby Saputra

Editor  : rio