KIMTENG, dari Pejuang Hingga Kedai Kopi

Ahad, 16 Januari 2022

Launching Buku Biografi KIMTENG

PELITARIAU, Pekanbaru - Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi Riau, Minggu 16 Januari 2022, meluncurkan Buku Biografi Almarhum KIMTENG, di Mal SKA Pekanbaru.

Buku Biografi KIMTENG yang dilaunching ini merupakan cetakkan ketiga. Cetakkan pertama buku biografi KIMTENG ini dicetak pada tahun 2002, selanjutnya kembali dicetak pada tahun 2015, dan di saat launching ini PSMTI Riau kembali mencetak buku biografi KIMTENG sebanyak 3000 buku.

Dalam buku ini disebutkan, Tang Kim Teng (1921-2003) adalah seorang pejuang Tionghoa kelahiran Singapura yang berkiprah di Indonesia. Dia menjadi anggota Legiun Veteran RI Riau dan dianugerahi Pemerintah Indonesia Satya Lencana Perang Kemerdekaan.

Peluncuran buku yang bertajuk “KIMTENG, dari Pejuang Hingga Kedai Kopi", ini turut dihadiri oleh Kaban  Kesbangpol Riau, Kabinda Riau, Korem 031/WB, Ketua FPK Riau, Perwakilan Paguyuban se Riau , Ormas Tionghoa Pekanbaru, para Narasumber serta undangan lainnya.

Ketua PSMTI Riau Stephen Sanjaya dalam sambutannya mengatakan bahwa launching buku biografi KIMTENG ini adalah cetakkan ketiga, Sebanyak 3000 buku.

"Buku ini nantinya akan dibagi-bagikan ke Sekolah-sekolah, Ormas, Instansi Pemerintah dan Juga PSMTI se Riau," kata Stephen Sanjaya.

Dikatakan Stephen Sanjaya, Buku ini mengulas tentang Almarhum KIMTENG sosok Pejuang Tanah Air keturunan Tionghoa yang bertugas sebagai mata-mata juga untuk memenuhi sejumlah barang perbekalan, terutama senjata, alat peledak, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan, dan perbekalan lainnya. Atas jasanya Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Penghargaan Satya Lencana Perang Kemerdekaan kepada KIMTENG.

Diakhir sambutannya, Ketua PSMTI Riau ini mengajak Masyarakat Pekanbaru untuk mengikuti Jejak langkah KIMTENG dalam mengabdi kepada bangsa dan negara serta upaya beliau sebagai pejuang dalam merebut Kemerdekaan RI agar menjadi inspirasi bagi bangsa ini khususnya para Pemuda Riau saat ini.

Sekilas Tentang Isi Buku Biografi "KIMTENG, dari Pejuang Hingga Kedai Kopi"

Tang Kim Teng dan Perjalanan Sejarah Pekanbaru

Nama akrabnya disebut Kim Teng yang sebenarnya bernama lengkap Tan Kim Teng atau dengan penyebutan lain Tang Kim Teng. Lahir di pinggir Kota Singapura pada sebuah rumah sederhana pada Maret 1921. Kim Teng sendiri tidak mengetahui tanggal pasti kelahirannya, tetapi berdasarkan penanggalan Imlek China, Kim teng lahir pada tanggal 17 bulan kedua bershio Ayam.

Kim Teng terlahir dengan nama kecil A Ngau dari pasangan suami istri Tang Lung Chiu dan Tan Mei Liang. A Ngau memiliki saudara tua bernama Tang Tjun Lan yang berumur 4 tahun lebih tua dari Kim Teng dan A Mui yang berumur 2 tahun lebih tua dari Kim Teng. 

Ayah Kim Teng memiliki leluhur asal dari daerah Kampung Kwanchiu di Tiongkok. Kampung Kwanchiu saat ini diperkirakan berada di daerah Taoyuan di District Yangmei letaknya di barat Kota Taipei. Daerah ini berada di sebuah pulau di arah timur dari Hong Kong.

Kemiskinan yang dialami oleh keluarga Kim Teng mengakibatkan ayahnya mengambil keputusan untuk merantau dengan menyeberang dari Singapura ke Pulau Padang tidak jauh dari Sungai Apit. Dahulunya masuk daerah Kabupaten Bengkalis dan sekarang masuk daerah Kabupaten Meranti Provinsi Riau. Saat itu Kim Teng berumur 4 tahun.

Keluarga ini pun sering berpindah-pindah untuk mencari kehidupan yang layak. Setelah dari Pulau Padang sebagai tukang masak pada sebuah kamp, mereka berpindah ke Siak Kecil dimana ayahnya kerja tidak menentu. Kemudian mereka berpindah ke Sungai Pakning ketika Kim Teng berumur 10 tahun sekitar tahun 1931. Mereka hidup dengan menumpang di sebuah rumah orang kaya Tionghoa bernama Sun Hin bergelar "Toke Gemuk". Ayah Kim Teng masih kerja tidak menentu seperti mengumpulkan kelapa dan pinang dari masyarakat untuk dijual kembali. Sesekali ayah Kim Teng pergi bersampan untuk mencari ikan sambil berjualan kelapa dan pinang. Bersama kakaknya Tang Tjun Lan, dia sering pergi ke hutan bakau mencari Lokan. Ayahnya sempat berpindah ke tempat lain sampai akhir di tahun 1934 mereka berpindah ke Pulau Bengkalis.

Di Bengkalis, Kim Teng berumur 13 tahun lebih, tinggal di Jl. Makau atau Jl. Hokkian. Menurut www.streetdir.asia jalan tersebut sekarang berlokasi di Jl. Teuku Umar Bengkalis. Ayah Kim Teng yang merupakan pekerja keras dan ulet, saat itu bekerja sebagai tukang masak di sebuah sekolah Tiong Hoa. Tang Tjun Lan saat itu bekerja sebagai tukang cuci baju orang, terkadang menyadap getah, membelah dan mencungkil kelapa untuk dijadikan kopra.

Di Bengkalis, Tang Tjun Lan menikah dengan Bok Tong An seorang pedagang kelontong yang sering berdagang ke Melaka, Singapura dan sebagainya. Tong An memiliki toko kelontong di Pekanbaru, sehingga Tjun Lan pindah ke Pekanbaru. Kim Teng pun ikut serta berpindah ke Pekanbaru mengikuti Tjun Lan di tahun 1935.

Bok Tong An menyekolahkan Kimteng di sekolah Pek Eng, sekolah Tiong Hoa ini milik Chung Hwa Chung Hui yang telah menumbuhkan jiwa nasionalismenya karena dijelaskan di sekolah tersebut bahwa Belanda adalah penguasa kejam yang suka menyiksa pribumi. Di sekolah ini dia memiliki teman bernama Tugimin, Tan Teng Hun, Lie Ban Seng dan lain-lain.

Setelah 4 tahun bersekolah di Pekanbaru, pada tahun 1939 keluarga Kim Teng pindah dari Bengkalis ke Pekanbaru yang akhirnya membuat kehidupan keluarga tersebut semakin sulit. Kim Teng akhirnya berhenti dari sekolah dan mulai menjadi tukang jahit. Pekerjaan demi pekerjaan dilakukannya. Dari tukang jahit lalu menjadi pedagang gula tebu dan gula kelapa dengan majikannya semasa sekolah dulu yaitu Tan Teng Hun. Gula tebu dan gula kelapa tersebut mereka beli dari Bukittinggi lalu dijual ke Melaka. Saat itu Jepang mulai menjajah Indonesia dan masuk sampai ke Pekanbaru. Jepang mulai melaksanakan rencana Belanda yang tertunda yaitu pengeboran minyak dan pembangunan rel kereta api dari Pekanbaru ke Muara di Sijunjung Sumatera Barat. Kedua hal ini akan kami tulis terpisah.

Saat berusia 22 tahun di tahun 1943, Kim Teng menikahi seorang gadis berasal dari Dabo Singkep (Kepulauan Riau) bernama Tjang Fei Poan dan menetap di Pekanbaru. Di penghujung penjajahan Jepang sekitar tahun 1945, Fei Poan melahirkan putra pertama mereka bernama Kaliono Tenggana.

Tan Kim Teng dan Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Pekanbaru

Setelah Jepang angkat kaki dari Pekanbaru, Tang Teng Hun dan Hasan Basri mengajak Kim Teng ikut berjuang aktif mempertahankan kemerdekaan dengan masuk dan bergabung pada Resimen IV Riau pimpinan Hasan Basri khususnya sebagai Tentara Rahasia bagian Siasat Perang dan Perbekalan yang diketuai oleh Letnan Satu (Lettu) R.A. Priodipuro, sementara komandan perangnya adalah Kapten Sayrif Syamsuddin. Kim Teng dan kawan-kawan memiliki tugas utamanya selain sebagai mata-mata juga untuk memenuhi sejumlah barang perbekalan, terutama senjata, alat peledak, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan, dan perbekalan lainnya.

Di Resimen IV Riau, Kim Teng bukan satu-satunya pemuda Tionghoa dalam resimen itu, setidaknya terdapat 8 orang Tionghoa lain dan satu orang India lainnya.

Tang Teng Hun meminta Tan Kim Teng untuk menukarkan dagangan Tan Teng Hun yaitu karet dengan senjata di Singapura. Tugas berat pertamanya ini berhasil dilaksanakan oleh Kim Teng.

Tugas kedua dilaksanakan Kim Teng di tahun 1948 ketika terjadi Agresi Belanda II. Perintah dari R.A. Priodipuro yang menyuruh Kim Teng menemui dan meminta uang ke bendaharawan bea cukai di Selat Panjang. Dari Selat Panjang, Kim Teng menuju ke Pelabuhan Tanjung Pagar di Singapore untuk mengurus surat rekomendasi membawa garam sebanyak 30 ton ke Bengkalis. Surat tersebut berhasil di dapat dari konsul Belanda yang ada di Singapura yang mengatur perdagangan garam. Setelah itu, Kim Teng mengambil lalu menimbun senjata yang sudah dimasukkan ke dalam beberapa peti bersama garam 30 ton yang telah dibelinya.

Pada malam hari, Kim Teng berangkat dari Tanjung Pagar menuju Tanjung Uban di Kepulauan Riau. Lolos ke Tanjung Uban, siang harinya Kim Teng berangkat ke Tanjung Samak. Di Tanjung Samak inilah Kim Teng dicegat oleh patroli Belanda. Kapal ini selamat karena Kim Teng menunjukkan surat rekomendasi pengangkutan garam 30 ton dari Konsul Belanda di Singapura. Lolos dari Tanjung Samak, Kim Teng melanjutkan ke Kuala Siak yang menjadi simpang jalur ke Bengkalis atau ke Pekanbaru. Ketika Kim Teng melihat tidak ada patroli Belanda di Kuala Siak, Kim Teng langsung mengarahkan kapal menuju Pekanbaru. Dia bersama anak buah kapalnya selamat sampai di Pekanbaru dan menyerahkan senjata kepada Resimen IV Riau.

Kim Teng berulang kali membawa senjata dari Singapura. Terkadang Kim Teng pun menggunakan sampan untuk menyebarkan senjata kepada tentara Indonesia yang berada di tepi hutan sungai. Umumnya dia selalu menyamar sebagai pedagang.

Dia pun sering bertemu dengan kapal patroli Belanda dan digeledah, tapi dia cerdik dan harus kucing-kucingan. Pertemuan ataupun digeledah Angkatan Luat Belanda baik Pengawal Pantai RP Belanda maupun P-8 Kapal Perusak Belanda di perairan Selat Malaka sebagai rute pelayaran Riau - Singapura semakin memperkuat kegigihan perjuangannya.

Burhanuddin sebagai rekan seperjuangan Kim Teng, memberikan kesaksian atas kegigihan perjuangan Kim Teng. Umumnya Kim Teng menggunakan kapal pengangkut sagu yang sederhana dan berulang kali berlayar dalam cuaca buruk menembus blokade laut yang dilakukan Angkatan Laut Belanda.

Kegigihannya ini semula diragukan oleh para tentara pejuang Indonesia termasuk oleh salah seorang pejuang bernama Syafei Abdullah karena anggapan bahwa Kim Teng bukanlah orang asli Indonesia. Keraguan ini luntur ketika berulang kali Kim Teng dapat memasok senjata dan perbekalan bagi pejuang Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Sebelumnya, pada tahun 1947 masa Agresi Belanda I, lahirlah putra kedua Kim Teng dan Fei Poan lalu di tahun 1947 bernama Tan Kok Ming (domisili Singapore), lalu lahir pula putri ketiga bernama Tang Lai Ing atau Liliana Tenggana (Warga Negara Taiwan) di tahun 1949 yang menjadi tanda Kim Teng menutup lembaran perjuangannya. Pada tahun 1949 tersebut, Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar.

Kim Teng tidak melanjutkan keanggotaan tentaranya di Resiman IV Riau dan sempat menjadi pengangguran selama setahun pada saat umurnya kurang lebih 30 tahun. Kim Teng pun telah berhenti bekerja dari Tang Teng Hun kemudian setelah menganggur, dia mengikut kakaknya Tjung Lan, yang sudah lebih dulu buka usaha kedai kopi di Pekanbaru di tahun 1950. Kedai Kopi itu bernama "Kedai Kopi Yu Hun" yang terletak di Jalan Sago pada sebuah rumah berdinding papan beratap daun rumbia berlantai tanah yang mereka sewa. Saat itu, usaha kedai kopi umumnya dimiliki dan dijalankan oleh warga Tionghoa dari suku Hailam yang terkenal kopinya yang lebih nikmat.

Anak Kim Teng dan Fei Poan yang keempat dan kelima lahir di tahun 1951 bernama Tan Lai Penng (Warga Negara Taiwan) dan kemudian Tang Lai Kin atau Kinrawati Tenggana yang lahir 17 Oktober 1953, dimana saat itu Kim Teng sedang sibuk-sibuknya mengurus kedai kopi. Kiinrawati membantu Kim Teng menjalankan usaha kedai kopinya di Senapelan.

Di tahun 1955, Kedai Kopi Yu Hun dilanjutkan Kim Teng dan pindah ke tepian Sungai Siak dan berganti nama menjadi "Kedai Kopi Nirmala". Kedai kopi ini sebenarnya tidak memiliki nama, tetapi karena kedai kopi ini berlokasi di Penginapan Nirmala maka disebut Kedai Kopi Nirmala.

Kedai ini pun tak berumur panjang karena di tahun 1959, Kim Teng menutup usaha kedai kopi ini karena ada isu pemulangan warga keturunan Tionghoa ke negeri asalnya Tiongkok. Pada 24 Mei 1955 lahirlah anak lelaki keenam bernama Tang Kok Sun aias Asun atau Sunnario. Kemudian setahun berikutnya, 1956 lahir anak perempuan bernama Tang Lie Lian. Lie Lian menjadi anak bungsu Kim Teng dan Fei Poan.

Setelah isu pemulangan keturunan Tionghoa tersebut tidak ada lagi, selain itu, Kim Teng sendiri merupakan Veteran Tentara Resimen IV Riau, Kim Teng kembali membuka usaha kedai kopi sekitar tahun 1960 atau 1961 dengan nama "Kedai Kopi Segar" yang berlokasi di Simpang Sago (sekitar Bank Danamon sekarang). Lalu kedai ini berpindah ke kedai di dekat pintu gerbang pelabuhan Pelindo I dan yang lebih populer dengan nama "Kedai Kopi Kim Teng", hal ini menjadi kebiasaan menyebut kedai kopi karena pemilik kedai kopi tersebut bernama Kim Teng.

Kedai Kopi Segar atau yang lebih dikenal sebagai Kedai Kopi Kim Teng akhirnya berpindah ke Jalan Senapelan sejak 13 Januari 2002 ada 2 buah rumah toko (ruko). Lantai 1 menjadi usaha kedai kopi, sedangkan lantai 2 menjadi tempat tinggalnya.

Kim Teng wafat pada 6 Mei 2003 di Pekanbaru, setahun setelah berpindah ke kedai yang baru. Dia dimakamkan di Pekuburan Warga Tionghoa di Rumbai dengan upacara militer layaknya Tentara Veteran Republik Indonesia.

Saat ini Kedai Kopi Kim Teng dikelola oleh cucu Kim Teng dari anak Tan Kok Liong bernama A. Mulyadi Tenggana (26 Juli 1974) alias Ahwe alias Awi.

Anak-anak Tan Kim Teng dan Tjang Fei Poan

Tan Kok Liong alias Kaliono Tenggana (1945) Laki-laki

Tan Kok Ming (1947) Laki-laki berdomisili di Singapore

Tang Lai Ing alias Liliana Tenggana (1949) Perempuan berwarganegara Taiwan

Tang Lai Peng (1951) berwarganegara Taiwan

Tang Lai Kin alias Kinrawati Tenggana (17 Oktober 1953) yang membantu pengelolaan Kedai Kopi Kim Teng

Tang Kok Sun alias Asun alias Sunnario (24 Mei 1955) Laki-laki, mengelola dan memiliki Kedai Kopi Segar sejak 2002

Tang Lie Lian (1956) Perempuan berwarganegara Taiwan

Saat ini, Kedai Kopi Kimteng telah memiliki beberapa cabang di beberapa tempat di Kota Pekanbaru. Nama kedai kopi legendaris ini menjadi nama kedai kopi yang tidak asing lagi bagi warga Pekanbaru dan selalu dicari oleh pendatang yang berkunjung ke Pekanbaru terutama bagi penikmat kopi.

Buka dari jam 07.00 wib dan tutup di sore hari (kecuali di mall), kedai kopi ini menawarkan berbagai menu. Menu andalannya adalah Kopi Hitam dan Roti Bakar Selai Sari Kaya (Srikaya). Selain itu terdapat menu berupa Bubur Ayam, Mie Pangsit, Mie Seafood, Mie Ikan, Bihun Seafood, Sop Daging, Sop Seafood, Soto Ayam, Soto Medan, Tang Hun Seafood, Tang Hun Kepiting, Lontong dan lain-lainnya. **Prc7