Urusan Minyak Goreng Saja Jokowi Sampai Turun Tangan

Rabu, 05 Januari 2022

Ilustrasi

PELITARIAU, Jakarta - Tingginya harga minyak goreng dipasaran, membuat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) harus angkat bicara. Untuk menyelesaikan persoalan mahalnya harga minyak goreng saat ini, pembahasan minyak goreng tidak lagi di level ibu-ibu tetapi sampai ke meja presiden Jokowi.

Dalam jumpa pers Senin kemarin (3 Januari 2022), Presiden Jokowi) menyentil lambannya Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, dalam merespon meroketnya harga minyak goreng ini.

Tak heran, Presiden langsung menginstruksikan Menteri perdagangan (Mendag) supaya harga minyak goreng lebih terjangkau. Presiden Jokowi menyoroti tingginya harga komoditas minyak goreng di pasaran. Instruksi tegas Presiden Jokowi, ditujukan kepada Menteri Perdagangan supaya segera menstabilkan harga minyak goreng di pasaran.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr Gulat ME Manurung MP.,C.APO.,C.IMA, menanggapi pernyataan Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan, yang sebelumnya mengatakan operasi pasar akan segera dilakukan. Faktanya, operasi pasar tidak menyelesaikan masalah karena bersifat sementara. Sebaiknya perlu ada solusi jangka panjang.

“Seharusnya Presiden Jokowi tidak perlu sampai turun tangan mengurusi minyak goreng. Cukup di level pembantu presiden ya itu tadi karena menteri perdagangan lambat dan kebijakan hanya sebatas operasi pasar. Seorang Menteri harus mengetahui konstruksi hulu-hilir dan implikasi suatu persoalan,” urai Gulat.

Menurut Gulat, masalah lain seperti pupuk non subsidi dan herbisida yang harganya tinggi tidak menjadi prioritas kebijakan Menteri Perdagangan.”Apakah Presiden Jokowi harus turun gunung juga mengatasi masalah ini ?, ujar Gulat yang juga Ketua Bravo-5 Relawan Jokowi ini.

Diperkirakan total kebutuhan minyak goreng di dalam negeri baik kualitas tinggi, sedang dan non-kemasan/curah menurut data sekitar 6 juta ton, yang berasal dari 7,1 juta ton CPO (1 ton CPO akan menghasilkan 85% migor).

Jadi kebutuhan CPO untuk migor ini  sebesar 13,19% dari total produksi CPO Indonesia (53,8 juta ton tahun 2021). Makanya, angka tersebut lumayan besar.

“Wajar minyak goreng naik di saat harga CPO internasional sedang tinggi. Situasi dunia sedang krisis energi dan Malaysia produsen nomor dua CPO dunia, sedang menghadapi bencana alam dan terdampak pandemi covid-19. Itu sebabnya semakin menjadi-jadilah harga CPO,” pungkas Gulat.

Semantara itu polemik minyak goreng ini, juga ditanggapi Ketua DPW APKASINDO Bengkulu, Jakfar, sebab harga minyak goreng tidak boleh mahal, Indonesia penghasil CPO terbesar dunia jangan jadi lelucon, banyak orang bahwa kenaikan harga CPO malah menyusahkan, padahal negara sangat tergantung kepada ekonomi sawit saat ini dan ke depannya.

“Kesalahannya bukan di harga TBS dan CPO, melainkan tata kelola industri minyak goreng. Kenaikan harga TBS di level petani malahan menjadi cibiran masyarakat umum. Karena dinilai ikut mempengaruhi lonjakan harga migor, itu kan gak benar," ujarnya.

“Saya berpendapat harga minyak goreng memang berkaitan harga CPO Dunia. Itu hukum ekonominya,” paparnya. **prc