Yoghi Susilo Ceritakan 5 Januari 1949 'Berdarah' di Kota Rengat, Bupati Tulus Juga Tewas

Rabu, 05 Januari 2022

Cucu Mandor Rosiman, Yoghi Susilo latar foto teaterikal perlawanan tentara terhadap pasukan KNIL Belanda

PELITARIAU, Inhu - Pada 5 Januari 1949, merupakan hari berdarah di Kota Rengat, ratusan bahkan ribuan masyarakat di Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau dibantai secara membabi buta oleh pasukan KNIL yang dibentuk oleh Belanda sewaktu melakukan agresi militer ke Indonesia.

Bagi masyarakat Inhu-Riau ini, 5 Januari merupakan hari bersejarah yang begitu membekas. Karena, pada tahun 1949 tepatnya di tanggal 5 Januari, ribuan masyarakat Riau dibantai secara keji oleh pasukan KNIL yang dibentuk oleh Belanda masih membekas hingga saat ini, sungai Indragiri menjadi bukti sejarah.

Tanggal 5 Januari itu, dijadikan sebagai tonggak hari jadi Kabupaten Indragiri Hulu oleh sebagian kalangan. Penetapan itu akhirnya menuai polemik karena dinilai melukai keluarga masyarakat yang menjadi korban pembantaian pasukan KNIL sewaktu itu.

Terlepas dari itu semua, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, tiap tahunnya selalu mengadakan peringatan masuknya tentara KNIL 5 Januari membantai masyarakat Rengat yang jasadnya tidak ditemukan karena di campakkan ke sungai Indragiri.

Kegiatan peringatan 5 Januari, hari berdarah, hari suka dan hari pembantaian itu di peringati dengan menaburkan bunga di Sungai Indragiri, rapatnya di jembatan Kuningan Kota Rengat, penaburan bunga setiap tanggal 5 Januari dilakukan oleh Forkopimda Inhu.

Mandor Rosiman adalah satu dari ratusan korban pembantaian pasukan KNIL 5 Januari 1949 di kota Rengat, cucunya adalah Yoghi Susilo anak dari alm AKBP Susilo Wadi dan Aminah Susilo.

"Pada tugu perjuangan di pinggir sungai Indragiri, nama korban pembantaian di tulis di sana, kalau gak salah, kakek saya ada di nomor urutan 148, itu korban yang terindentifikasi, namun banyak yang tidak ditemukan," kata Yoghi berbincang dengan redaksi PELITARIAU.com Rabu (5/1/2022) di Pekanbaru.

Dijelaskannya Yoghi, alm ayahnya sempat menulis peristiwa 5 Januari 1949 itu dalam sebuah buku dengan judul "Tiga Tungku Sejarangan" buku itu bercerita tentang, masukanya pasukan KNIL menggunakan pesat dan terjun payung di sejumlah tempat di Rengat, menggiring untuk dikumpulkan masyarakat dan di tembak secara membabi buta oleh pasukan KNIL.

Dalam pembantaian masyarakat di kota Rengat oleh pasukan KNIL, Bupati pertama yaitu Bupati Tulus yang saat itu melakukan perlawanan juga menjadi korban 5 Januari 1949 itu. "Setahu saya, Bupati Tulus juga terbunuh dalam agresi militer Belanda 5 Januari 1949," kata Yoghi.

Salah satu harapan keluarga korban 5 Januari 1949 itu adalah, adanya perhatian pemerintah daerah terhadap keluarga korban yang masih hidup, dimana keluarga yang berhubungan langsung dengan korban  5 Januari 1949 itu diperhatikan oleh pemerintah daerah.

Menurut Yoghi, masih banyak garis keturunan para pejuang Indragiri, yang seharusnya diperhatikan dan di hadirkan dalam setiap peringatan 5 Januari.

"Untuk pemerintah Republik Indonesia, kami berharap, agar Bupati Tulus yang menjadi korban 5 Januari 1949 itu, diangkat menjadi pahlawan nasional," harapnya seraya mengatakan agar pemerintah merawat secara maksimal makam pahlawan, jangan makam hanya dijadikan untuk tempat mengambil keramatnya saja.

Dari berbagai sumber, serangan pasukan KNIL Belanda dinamakan dengan “Operasi Lumpur” yaitu operasi yang bertujuan untuk menguasai adanya pertambangan minyak yang letaknya ada di sebelah Kota Rengat dan di Air Molek hingga ke Peranap dan menguasai hasil alam di Inhun saat itu.

Dalam buku yang ditulis alm AKBP Susilo Wadi, peristiwa berdarah pada 5 Januari 1949, ketika sebuah pesawat terbang di langit. Pesawat yang dijuluki dengan “cocor merah” itu merupakan pesawat tempur pengebom berjenis p-51 Mustang. Pesawat itu menjatuhkan bom di jalan raya yang mayoritas dalam kondisi ramai, bahkan juga padat pemukiman.

Tentara Belanda juga melakukan serangkaian tembakan yang menyerang orang-orang yang ada di bawah. Lalu, sekitar pukul 11 pagi, setelah pesawat Mustang itu menghilang, ada 180 orang penerjun payung udara diterjunkan di daerah Sekip dekat Kota Rengat, yang saat ini diberikan nama Skip Sipayung (Daerah tempat pasukan KNIL terjun payung,red).

Kemudian, menurut buku Westerlings Oorlog (1999), para penerjun payung yang dipimpin oleh Letnan Rudy de Mey, mendapatkan perlawan dari Tentara Nasional Indonesia yang menjadi penyebab adanya pertumpahan darah di Rengat. **

Darah Tumpah, Meraup Minyak

Diketahui, bahwa adanya tujuan penyerangan oleh pasukan KNIL di Kota Rengat ini, awal mulanya memang adanya keinginan Belanda untuk menguasai minyak yang ada di daerah Kecamatan Pasir Penyu dan Lirik tersebut. 

Mereka secara membabi buta menumpahkan darah di Kota Rengat agar mereka dapat menduduki kota tersebut, dan mengambil minyak.

Adanya pertumpahan darah saat diturunkannya kelompok penerjun payung oleh Belanda dan juga dibalas dengan perlawanan sengit oleh Tentara Nasional Indonesia. 

Setelah itu mereka juga membalasnya dengan tembakan senjata api. Hal itulah yang menjadi penyebab dari kematian ratusan tentara militer Indonesia dan masyarakat sipil serta menewaskan Bupati Tulus. **prc