Pengabilan Sampel MIKO, Saksi Ahli : Tidak Terpenuhi Unsur Pasal 363 KUHP, Ada Kesepakatan Awal dan Tidak Ada Niat Jahat dari Terdakwa

Selasa, 08 Juni 2021

Ahli hukum pidana Erdiansyah dalam sidang di Pengadilan Negeri Tembilahan menyampaikan, peristiwa pengambilan sampel oleh Kelompok Tani tidak bisa dilepaskan dari terjadinya 'pengingkaran' MoU (kerjasama penjualan minyak kotor) antar Kelompok Tani dan PT

PELITARIAU, Tembilahan – Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Riau (UR), Erdiansyah SH MH memberikan keterangannya dalam sidang dengan agenda keterangan Ahli, Senin (7/6/2021) di Pengadilan Negeri Tembilahan. Keterangan ahli pidana ini menjelaskan ada tidaknya unsur pidana dalam pasal 368 dan 363 yang menjerat terdakwa Wawi ketika mengambil sampel Minya Kotor (MIKO) disaksikan oleh pihak perusahaan dan diketahui oleh pihak kepolisian setempat.

Sidang ini dipimpin Ketua PN Tembilahan, Nurmala Sinurat SH MH,  anggota Arif Indrianto SH dan Hera Polosia Destini SH. Sedangkan terdakwa Anawawik, Bolar, Jasmir dan Tamrin didampingi penasehat hukum Akmal SH, Maryanto SH, Erwin Syarif SH dan Rapotan Siregar SH dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Batas Indragiri. 

Dalam keterangannya, ahli hukum pidana Erdiansyah menyampaikan, peristiwa pengambilan sampel oleh Kelompok Tani tidak bisa dilepaskan dari terjadinya 'pengingkaran' MoU (kerjasama penjualan minyak kotor)  antar Kelompok Tani dan PT Tabung Haji Indo Plantations (PT THIP). 

Dalam persidangan tim kuasa hukum menanyakan pendapat ahli mengenai seperti penjelasan unsur yang dimaksud dalam Pasal 368 dan 363 KUHPidana.

"Saya berpendapat dalam unsur Pasal 368 itu harus ada upaya paksa, melakukan ancaman, kekerasan dan pengrusakan," ungkapnya. 

Dijelaskan, dalam unsur Pasal 363 itu harus ada niat mengambil suatu barang tanpa hak untuk dimiliki dan dikuasai.

Lebih lanjut Ahli berpendapat dalam sebuah tindak pidana tidak lepas penyebab dari penyebab awalnya peristiwa pidana itu, tidak bisa hanya melihat dari akibat yang ditumbulkan saja dan harus diketahui sebab akibat perbuatan tersebut, Mens Rea (sikap batin) dari para Terdakwa melakukan sebuah tindak pidana. Jika niat awal tidak untuk menguasai dan memiliki  dan untuk kepentingan pribadi dan hanya ingin mengetahui sesuatu untuk kejelasan.

Bahwa peristiwa itu terjadi karena ada sebab akibat, karena sebelumnya kedua belah pihak ada sebuah kesepakatan, artinya dari awal tidak ada niat jahat sebagai yang dituduhkan.

"Maka unsurnya tidak terpenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 363 KUHPidana," tambah Erdiansyah. 

Penasehat  hukum menanyakan bagaimana menurut ahli jika ada pengambilan suatu barang, namun ada pembiaran dari pihak keamanan?.

Dijelaskan, seharusnya keberadaan pengamanan perusahaan yang ada di lokasi melarang atau melakukan tindakan sesuai SOP dengan wewenang pengamanan yang melekat padanya seharusnya tidak membiarkan begitu saja saat pengambilan tersebut itu sama saja melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana, dan seharunnya melakukan tindakan hukum lainnya.

Sebagai tambahan, keterangan Ahli ini sejalan dengan keterangan saksi Wakil Ketua Komisi 3 DPRD Inhil, Edy Haryanto Sindrang yang dihadirkan dalam persidangan, Jum'at (4/6/2021) lalu. Edy menjelaskan permasalahan yang melatar belakangi sampai terjadinya pengambilan sampel yang dilakukan oleh Kelompok Tani, dikarenakan adanya MoU antar perusahaan dan Kelompok Tani terkait kerjasama penjualan minyak kotor (Miko). 

Diterangkan, ia turun ke lokasi 'penahanan' tongkang bersama pihak Forkopimda, diantaranya Sekda Inhil, Kapolres, Dandim, termasuk instansi terkait lainnya turun ke tongkang, saat itu ada penegasan jangan melakukan langkah apapun sampai hasil uji laboratorium atas muatan tongkang diketahui hasilnya. 

Sidang akan dilanjutkan hari ini, Selasa (8/6/2021) dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). **Prc