Wartawan Jadi Korban Penganiayaan di Aksi Demo UU Ciptaker, Kapolri Diminta Tindak Anggotanya

Sabtu, 10 Oktober 2020

Ilustrasi

PELITARIAU, Jakarta - Ratusan wartawan dari berbagai media yang tergabung dalam Poros Wartawan Jakarta (PWJ), mengutuk aksi penganiyaan yang dilakukan oleh oknum Polisi kepada tiga wartawan saat melakukan peliputan aksi demonstrasi anarkis tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja (UU Ciptaker), Kamis (8/10/2020) kemarin di Jakarta.

Tiga wartawan yang mengalami penganiyaan itu diantaranya dua fotografer media online suara.com Peter Rotti dan Adit Rianto S, serta wartawan media online merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono.


Peter Rotti dan Adit Rianto S, mengatakan penganiayaan yang dialami mereka terjadi pada Kamis (9/10/2020) sekitar pukul 18.00 WIB. Saat itu Peter dan Adit Rianto S, tengah merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.


Melihat keduanya sedang merekam perlakuan para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa itu, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya.


Kemudian disusul enam orang Polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.


Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi.


Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun bersama rekannya Adit Rianto S, diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi secara brutal.


"Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter.


Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun kameranya dikembalikan kepada Peter.


Sementara hal senada juga dialami oleh Ponco Sulaksono wartawan merahputih.com, saat meliput aksi Demonstrasi anarkis di kawasan Monas Gambir Jakarta Pusat, pada Kamis 8 Oktober 2020, pukul 23.30 WIB malam.


Menyikapi hal itu, ratusan wartawan yang tergabung dalam PWJ meminta Kapolri Jenderal Idham Aziz untuk menindak tegas secara hukum anak buahnya yang terlibat dalam penganiayaan itu.


Karena tindakan penganiayaan dan kekerasan itu merupakan ancaman atas kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers yang dilindungi undang-undang, dalam hal ini Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah.


"Kami meminta Kapolri Jenderal Idham Aziz, menindak tegas secara hukum pidana anak buahnya oknum polisi yang telah melakukan penganiayaan kepada rekan kami sesama wartawan. Selain itu kami juga menuntut penegakan Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dilakukan kepada para pelaku," tegas Tri Wibowo Santoso, selaku perwakilan wartawan yang tergabung dalam PWJ. **prc4


sumber: cakaplah