Celoteh Puan dan Jalan Terjal PDIP di Tanah Sumbar

Selasa, 08 September 2020

Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani.

PELITARIAU - Pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Puan Maharani yang berharap Sumatra Barat mendukung negara Pancasila berbuntut polemik. Hal itu disampaikan Puan saat mengumumkan pasangan bakal calon kepala daerah yang didukung PDIP di Pilkada Serentak 2020 pada awal September lalu.

Ketua DPR itu menyampaikan bahwa partai banteng moncong putih itu mendukung pasangan Mulyadi-Ali Mugni dalam Pilkada Sumbar.


"Untuk Provinsi Sumatera Barat, rekomendasi diberikan kepada Mulyadi dan Ali Mukhni. Merdeka! Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila," katanya.


Puan pun dikritik partai lain dari PKS hingga Gerindra soal pernyataannya tersebut.


Pernyataan Puan juga sempat diadukan ke polisi oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM). Namun laporan itu ditolak karena kekurangan barang bukti.


Belakangan, pasangan Mulyadi-Ali Mukhni, juga batal mengikutsertakan PDIP sebagai partai pengusung untuk pemilihan gubernur di Sumbar. Hal itu tak lepas dari kekecewaan tokoh masyarakat setempat dengan pernyataan Puan.


Faktor sejarah dan minimnya dukungan suara bagi PDIP di Sumbar sejak lama disebut menjadi pemicu sentimen di tanah Minang tersebut.


Pengamat politik Universitas Andalas Sumbar, Ilham Azre menilai, PDIP akan semakin sulit meraih hati masyarakat Sumbar pasca pernyataan Puan.


"Kondisi ini akan semakin menyulitkan bagi PDIP sendiri," ucap Azre saat dihubungi, Senin (7/9).


Azre menjelaskan, selain faktor sejarah, PDIP sendiri selama ini tak maksimal merangkul tokoh-tokoh Sumbar yang dekat dengan kalangan Islam maupun adat. Padahal karakter masyarakat Sumbar cenderung agamis meski tak terafiliasi dengan partai-partai Islam.


"Maka ada faktor historis, ada pula faktor internal dari PDIP sendiri yang kurang mengakomodasi, kalau bisa merangkul tokoh-tokoh yang bisa dekat dengan kalangan Islam, adat. Isu yang diangkat PDIP pun nggak sesuai dengan karakter masyarakat Sumbar," tuturnya.


Azre menilai, jalan yang dilalui PDIP akan semakin terjal untuk meraup suara di Sumbar jika tidak melakukan strategi khusus. Menurutnya salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan Baitul Muslimin, organisasi sayap keagamaan di partai yang dipimpin Megawati Sukarnoputri itu.


"Itu tidak pernah dihidupkan untuk merangkul masyarakat Sumbar, padahal bisa jadi penegasan bahwa PDIP sebenarnya bukan partai yang jauh dari Islam. Ada irisan-irisan tertentu yang PDIP bisa ambil ceruk suara ini karena selama ini kan mereka dianggap jauh dari Islam," jelas Azre.


Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin. Menurutnya, mayoritas masyarakat Sumbar masih mengidentikkan PDIP sebagai partai yang anti dengan tokoh-tokoh Islam. Sementara karakter masyarakat Sumbar masih sangat agamis dan intelektual.


"Di sini PDIP harus lebih gencar lagi, mendekatkan lagi, menawarkan konsep Islam yang ramah," ucapnya.


Ujang mengatakan, butuh usaha ekstra bagi PDIP untuk menggaet hati masyarakat Sumbar. Selain karakter masyarakat Sumbar yang agamis, kekuatan partai lain juga cukup mendominasi di wilayah tersebut.


"Agak lama untuk menaklukkan masyarakat Sumbar karena partai lain juga cukup kuat di Sumbar. Itu juga halangan bagi PDIP. Ke depan makin sulit, butuh perjuangan keras, evaluasi strategis dan jitu untuk menghadapi masyarakat Sumbar," terangnya.


Menurut Ujang, Puan harus segera meminta maaf agar persoalan tersebut tak semakin memperburuk hubungan PDIP dengan masyarakat Sumbar. "Kalau Puan tidak minta maaf akan jadi luka berkepanjangan masyarakat Sumbar. Puan harusnya minta maaf," tuturnya. **prc4


sumber: cnnindonesia