Tiga Pimred Perempuan Bicara Tentang Kesetaraan Gender di Ruang Redaksi

Jumat, 14 Agustus 2020

Suasana webinar FJPI bersama KPPPA

PELITARIAU, Jakarta - Tiga Pimpinan Redaksi (Pimred) perempuan dari media mainstream, berbagi kisah tentang pelaksanaan gender di ruang redaksi, lewat webinar yang diselenggarakan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerjasama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kamis (13/8/2020).

Mereka adalah Rosiana Silalahi dari Kompas TV, Irna Gustiawati dari Liputan6.com, serta Uni Lubis dari IDN Times. Ikut berbagi kisah dalam kesempatan itu Direktur Utama Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat yang akrab disapa Dimas, serta Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA Indra Gunawan.


Rosiana Silalahi saat menjawab pertanyaan host Khairiah Lubis soal penerapan kesetaraan gender menyatakan, di level Pimpinan Redaksi saat ini terdapat 15 orang Pimred Perempuan dari media mainstream nasional yang tergabung dalam Forum Pimred.


Khusus di dunia jurnalisme televisi terdapat berbagai posisi baik kamerawan, news anchor (pembaca berita), host, maupun reporter, dan itu tidak harus dibatasi apakah laki-laki ataupun perempuan.


Di Kompas TV, sebutnya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi, asalkan memiliki kemampuan. Saat ini dari 5 manajer di Kompas TV, 1 diantaranya perempuan. Demikian pula dari 34 produser, 13 diantaranya merupakan perempuan.


Kesetaraan gender di Kompas TV menurutnya sudah dimulai dari hal yang mendasar seperti mengganti penyebutan untuk kamerawan dengan campers (camera person).


“Ini merupakan hal yang sangat basic tapi menunjukkan nilai yang sangat prinsip. Sebab banyak profesi di redaksi yang diisi oleh laki-laki. Dengan sebutan Campers, baik laki-laki maupun perempuan bisa menempati posisi tersebut, asalkan memiliki kompetensi,” tutur Rosiana Silalahi yang akrab disapa Oci.


Sementara Pimred Liputan6.com, Irna Gustiawati menyatakan, saat ini komposisi laki-laki dan perempuan di ruang redaksi mereka 55:45. Angka tersebut diakuinya memang belum ideal. Tapi untuk pemilihan posisi yang strategis menurutnya tidak melihat apakah laki-laki ataupun perempuan.


“Sebagai contoh, posisi Redaktur Pelaksana (Redpel) rubrik Bisnis dan Tekno saat ini diisi oleh Perempuan. Padahal rubrik ini identik dengan laki-laki. Demikian pula Redpel untuk rubrik Lifestyle saat ini ditempati oleh laki-laki, padahal rubrik itu sangat identik dengan perempuan,” sebut Irna.


Selain itu penerapan kesetaraan gender lebih kepada bagaimana agar konten yang dihasilkan lebih perprespektif gender.


Sejak dirinya menjabat sebagai Pimpinan Redaksi, sebut Irna, dia melarang judul berita yang mengarah kepada bias gender. Misalnya penyebutan ‘Perempuan Cantik’ atau ‘Laki-laki Ganteng’ sebagai judul berita.


Selain itu kasus pelecehan seksual juga tidak boleh diceritakan secara detail.


Dia mencontohkan kasus prostitusi online yang melibatkan artis berinisial VA beberapa waktu lalu. Menurut Irna, di dalam pemberitaan mereka tidak pernah menyebutkan nama artis tersebut secara lengkap, namun hanya menggunakan inisial nama. Meski konsekuensinya adalah klickbait (trafik) pembaca mereka tidak akan sebanyak media yang lain.


“Ada beberapa kasus yang memang trafiknya lumayan tinggi, tapi kita mengerem-ngeremnya, karena mereka juga selain pelaku adalah korban. Kita tidak mau jika kedepannya berita itu nanti dibaca anak cucunya. Sebab mereka juga adalah korban,” sebut Irna.


Sementara itu Dirut Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat secara gamblang menyatakan tidak terlalu spesifik peduli tentang kesetaraan gender di ruang redaksi. Dia lebih mengutamakan diversifikasi, memperkaya kebhinekaan di ruang redaksi, yakni gender, etnisitas dan kepercayaan.


Demikian pula dalam pemilihan narasumber. Alih-alih memilih narasumber berbasis gender menurut Dimas dia lebih setuju pemilihan narasumber harus berbasis kompetensi.


“Kalau dia berbicara tentang pengobatan ya dia harus doktor atau professor di bidang medis,” sebutnya. **prc4


sumber: berazam