Baru Sebulan Lebih Pergantian Kadis, 1 Ekscavator TERBANG Dari Markas Polhut Riau

Sabtu, 08 Agustus 2020

kembali satu unit alat berat jenis Ekscavator yang merupakan Barang Bukti (BB) kejahatan pengrusakan hutan, hasil kerja keras operasi gabungan tiga setengah tahun silam, tepatnya pada 11 Februari 2017 lalu, tanpa mampu dicegah keluar dari markas Polhut Ri

PELITARIAU, Pekanbaru - Polemik lemahnya penegakan hukum bidang lingkungan hidup khususnya kehutanan dalam penanganan perkara pengrusakan kawasan hutan selalu menjadi debat kusir yang tak berujung. "Tangkap - Lepas" seakan menjadi tradisi markas Polhut Riau di jalan Dahlia Pekanbaru ini.

Selasa (5/8/2020), kembali satu unit alat berat jenis Ekscavator yang merupakan Barang Bukti (BB) kejahatan pengrusakan hutan, hasil kerja keras operasi gabungan tiga setengah tahun silam, tepatnya pada 11 Februari 2017 lalu, tanpa mampu dicegah keluar dari markas Polhut Riau. Uniknya lagi peristiwa ini terjadi pasca satu bulan Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kepala Dinas LHK Riau.

Dari pengakuan salah sorang petugas, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau "Pasrah" dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru No.16.Pid.Pra/2020/PN.PBR, dalam gugatan Pra Peradilan yang dimenangkan pihak penggugat dalam hal ini pihak Leasing.

Buntut "tangkap-lepas" barang bukti hasil operasi tim gabungan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan aktifis lingkungan dan ahli hukum pidana, pasalnya mereka menilai selalu terdapat `benang merah` dalam penuntasan perkara kejahatan lingkungan hidup khususnya sektor kehutanan di provinsi Riau.

Ketua Forum Lintas Anti Korupsi (For-LAK), Indra Pahlawan mengaku kecewa atas kinerja DLHK Riau yang tak mampu menuntaskan suatu perkara kejahatan lingkungan. 

Menurutnya, negara sudah menghamburkan uang sedemikian besar dalam setiap operasi penegakan hukum guna mengamankan kawasan hutan dari para pelaku pengrusakan hutan.

"Dalam setiap operasi negara sudah menghamburkan uang ratusan juta, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan, mereka hanya pintar beretorika, namun kerjanya tidak tuntas, kita akan lanjutkan kasus ini ke kementerian LHK," katanya.

Indra mengatakan, bahwa beredar kabar satu alat berat lagi masih akan dilepas.

"Ini yang kita khawatirkan menjadi preseden buruk ke depannya, terdapat celah hukum dari sang pelaku kejahatan kehutanan dalam menyelamatkan aset yang disita sebagai barang bukti, yang seharusnya dilelang oleh negara," tukasnya.

Terkait praperadilan yang dilakukan pihak leasing, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Riau (UIR), Dr Muhammad Nurul Huda SH,MH, mengatakan, sesuai pasal 39 KUHP, jika alat berat tersebut benar disewa atau dibeli dengan cara leasing oleh pelaku, dan si pemilik leasing tidak tau alatnya digunakan untuk praktek kejahatan, maka si pemilik alat bisa melakukan upaya gugatan praperadilan dengan mengajukan permohonan bahwa penyitaan barang itu tidak sah, karena si pemilik tidak tau alatnya digunakan untuk kejahatan.

"Persoalannya kenapa kasus ini tidak disidangkan, ini yang menjadi problem besar, kalau pelaku sudah dua kali dicari-cari tidak ditemukan juga, ya lakukan sidang In Absensia," katanya.

Nurul Huda kembali mempertanyakan diantara Jaksa dan Penyidik siapa sesungguhnya yang tidak mau menyidangkan perkara ini.

"Ini Jaksa apa masalahnya, apakah jaksa minta DPO ditangkap dulu baru disidangkan, kalau tidak didapat ya tetap harus disidangkan," tukasnya.

Saat ditanya, dengan dilepasnya barang bukti, apakah kasus ini dengan sendiri ditutup? Nurul Huda kembali menegaskan, meski alat bukti sudah dilepas namun kasus ini harus jalan terus.

"Pidananya tidak berarti berhenti sampai di sini, harus jalan terus, meski barang bukti sudah dilepas, bisa dipinjam lagi sebagai alat bukti," pungkasnya. **prc4

sumber: riaueditor