Anggaran Jaring Pengaman Sosial Saat Covid-19 Tidak Perlu PSBB

Senin, 03 Agustus 2020

CEO AJNN, Akhiruddin Mahjuddin bersama Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Dr. Safrizal ZA, M.Si. Foto: For AJNN

PELITARIAU, Banda Aceh - Anggaran APBA 2020 senilai Rp 1.7 Triliun untuk penanganan wabah Coronavirus Disease (Covid-19) yang hingga saat ini belum diketahui seperti apa penggunaannya dan terkesan seperti ditahan.

Anggaran tersebut ditujukan pada tiga hal pokok yaitu penanganan Covid-19, Ekonomi, dan social safety net. Lalu bagaimana dan kemana seharusnya anggaran itu digunakan, berikut wawancara lengkap tim AJNN dengan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Dr. Safrizal ZA, M.Si, Minggu (2/8) di Banda Aceh.


Anggaran Refocusing 1,7 Triliun, namun sampai saat ini kita tidak tahu seperti apa pemerintah Aceh mengunakan itu. Seharusnya tidak boleh ditahan, Menurut bapak bagaimana seharusnya? Dana realokasi ini, diintruksikan untuk menembus beberapa regulasi tanpa perlu izin legislatif, artinya ada kondisi extraordinary.


Kalau direlokasikan dengan cara extraordinary dan tujuannya untuk menanganinya yang extraordinary. Jika tidak dilakukan demikian, maka tidak mencapai sasaran serta maksud dari alokasi anggaran tersebut. Jadi apa maksud realokasi tersebut? Maksud diminta realokasi tersebut, karena ada tantangan ke depan yang harus ditangani dan perlu diantisipasi. Karena, kalau sudah ada serangan berat, butuh penanganan.


Anggaran itu yang digunakan, jika belum ada maka untuk antisipasi terlebih dulu.  Untuk apa saja anggaran itu digunakan? Jadi anggaran itu digunakan kepada tiga hal pokok, penanganan Covid-19, Ekonomi, dan Sosial Safety Net (Jaring Pengaman Sosial).


Untuk penanganan Covid-19, diperuntukan testing, tracing, peningkatan kapasitas kesehatan, pengadaan alat kesehatan, dan tunjangan tenaga kesehatan (Nakes) serta hal lainnya yang sifatnya berbau klinis maupun non klinis kesehatan yang masuk ke golongan itu.


Kalau bidang ekonomi? Kemudian untuk ekonomi, dengan adanya' Covid-19 ini, ekonomi drop. jangankan negara kita, mancanegara saja yang kuat ekonominya sekarang sudah dua digit minusnya, kondisi belum pernah dialami sebelumnya, ini lebih hebat dari pada perang dunia dulu.

Indonesia juga mengalami hal itu saat ini, walaupun baru minus satu digit. Paling penting ekonomi sektor riil, asal masyarakat dapat penghasilan, oleh karena itu perlu disupport dari pemberdayaan ekonomi. Tentu tidak sama juga dengan pendanaan ekonomi dalam keadaan damai atau stabil. Ini pendanaan ekonomi dalam rangka pendanaan Covid-19 juga.


Kita harus melihat sektor mana yang bisa menggerakkan ekonomi, sehingga memiliki kapasitas ekonomi, sehingga mereka mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, jika perekonomian turun dan penghasilan tidak ada, maka dia tidak perduli terhadap Covid-19. Maka sangat disini dibutuhkan peran Pemerintah.


Lalu bagaimana dengan Social Safety Net? Soal social safety net pada awal wabah Covid-19, anggaran itu memang untuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).  Jadi syaratnya harus PSBB? Tidak harus, saat ini wabah Covid-19 sudah termasuk darurat dan dampaknya membuat ekonomi semakin jatuh.


Tingkat nasional sendiri sudah memberikan sekian ratus triliun untuk social safety net. Pemda juga dapat melakukan hal itu.  Jika ketiga hal ini serius dilaksanakan, maka sekurang - kurangnya kita mampu bertahan dari serangan Covid-19. Pada sisi lain hal ini akan mampu membatasi pandemi agar tidak terus meluas, serta mempertahankan daya beli perekonomian masyarakat.


Sekarang sudah ada beberapa serangan hebat. Misalnya, mau kerja kita susah keluar, ekonomi mulai slowdon, jumlah lapangan kerja turun, terutama di sektor padatkarya sendiri. Dari situlah perlu menciptakan pekerjaan baru supaya tetap tidak kehilangan pekerjaan.


Jadi apa yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam hal ini? Pemerintah daerah khususnya Provinsi Aceh tidak perlu khawatir menggunakan anggaran tersebut, itulah kegunaan dibentuk gugus tugas untuk mencegah timbulnya keragu - raguan.

Kalau semua dilaksanakan dengan transparansi dan tidak ada niat jahat di dalamya, untuk apa ditakutkan. Keragu - raguan timbul karena takut dituduh, kalau enggak ada niat kepana harus takut. Oleh karenanya dimanfaatkan gugus tugas Covid-19, apalagi didalamnya ada polisi, jaksa juga inspektorat.


Pembuatan masker dan handsanitizer juga bisa menggunakan anggaran tersebut, produksi makanan juga sama. Karena jika yang dilakukan bersama, maka akan mampu meningkatkan ekonomi dan menjadi kekuatan untuk bertahan di tengah pandemi.


Kita lihat di DKI, setelah pembagian masker dilakukan, jika masyarakat melanggar dan tidak menggunakan masker maka akan didenta.


Dan data saya terima hasil denda saat ini Rp2.5 M dan uang itu diperuntukkankembali untuk penanganan Covid-19. Hal itu dilakukan untuk menurunkan kurva, dan itu tidak langsung seketika, hanya bisa melandaikan saja, sambil berharap ada satu tindakan agar kesadaran masyarakat makin tinggi dan kurva Covid-19 bisa turun.


Bagaimana cara menghitung alokasi anggaran untuk setiap bagiannya? Soal perhitungan berapa besar alokasi yang digunakan tiap-tiap bidang itu tergantung dari Pemda sendiri, bagi Kemendagri, yang penting ada komitmen untuk penanganan Covid-19. Bukan hanya sekedar menunggu PSBB lalu baru dibagikan.


Pertanyaan terakhir untuk sesi ini. Apa efek dari wabah Covid-19 yang paling nyata? Banyak efek ekonomi dari serangan pandemi Covid-19, lapangan kerja tutup.


Pemda harus dapat membantu meringankan beban masyarakat, jangan hanya mengandalkan Pemerintah pusat saja. Pemda juga harus memiliki strategi sendiri dalam penanganan tersebut. **prc4


sumber: ajnn.net