Jejak Kasus Imam Nahrawi hingga Divonis 7 Tahun Penjara

Selasa, 30 Juni 2020

PELITARIAU, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 7 tahun pidana penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

Ia dinyatakan terbukti korupsi terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta gratifikasi sebesar Rp8,3 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa IR (Imam Nahrawi) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tipikor secara bersama dan berlanjut sebagaimana diancam dakwaan kesatu dan kedua," ujar Hakim Ketua Rosmina saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6).

Kasus Imam ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI pada Desember 2018 lalu. KPK baru menjerat Imam sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 18 September 2019.

Imam diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora.

Uang itu diterima secara bertahap yakni sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini.

Imam juga diduga menerima uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018.

Namun, Imam membantah tuduhan lembaga antirasuah tersebut. Ia menilai penetapan tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

KPK bergeming. Lembaga antikorupsi menegaskan penetapan tersangka Imam sah. Mereka juga telah memberikan Imam ruang klarifikasi dengan tiga kali panggilan yakni pada 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus 2019, namun Imam selalu mangkir.

Sehari setelah ditetapkan tersangka, Imam menyampaikan surat pengunduran diri sebagai menteri pemuda dan olahraga ke Presiden Joko Widodo.

KPK kemudian langsung menahan Imam usai usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka 27 September 2019.

Gugat Praperadilan

Imam tak begitu saja terima dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Politikus PKB itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Imam beserta tim penasihat hukum meminta majelis hakim memerintahkan KPK menghentikan seluruh proses penyidikan yang sedang berjalan.

Namun, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Elfian menolak seluruh permohonan dalam gugatan praperadilan tersebut. KPK terus mengusut perkara Imam.

Febri Diansyah, juru bicara KPK saat itu, mengatakan pihaknya menduga Imam menerima suap dan gratifikasi terkait anggaran fasilitasi bantuan administrasi KONI dalam mendukung persiapan Asian Games 2018.

Kemudian anggaran fasilitasi bantuan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga keolahragaan KONI Pusat tahun 2018 dan bantuan pemerintah kepada KONI guna pelaksanaan pengawasan dan pendampingan pada kegiatan peningkatan prestasi olahraga nasional.

Setelah hampir tiga bulan melakukan penyidikan dengan memanggil sejumlah saksi, KPK melimpahkan berkas perkara Imam ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada awal 2020.

Imam didakwa menerima suap Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,64 miliar terkait percepatan pencairan dana hibah KONI.

Ia tak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Hanya saja dalam nota pembelaan atau pleidoinya, Imam bersumpah tak pernah melakukan persekongkolan jahat untuk mendapat uang suap dan gratifikasi sebagaimana dakwaan KPK.

Ia pun mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus ini. Ia berjanji akan membantu membongkar aliran uang Rp11,5 miliar. Namun, permohonan JC tersebut ditolak majelis hakim.

Hakim juga menolak seluruh pleidoi yang telah disampaikan Imam.

Bongkar Rp11,5 M

Dalam menjatuhkan putusan, majelis menyebut Imam tak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya dalam pemberantasan korupsi dan mencoba menutupi perbuatan dengan tidak mengakui apa yang sudah dilakukannya.

Meskipun demikian, mejelis menganggap Imam berlaku sopan di persidangan, sebagai kepala keluarga yang masih memiliki anak kecil, dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Selain pidana 7 tahun, majelis juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar. Majelis juga mencabut hak untuk dipilih menempati jabatan publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Imam dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis tersebut, Imam menyatakan pikir-pikir sebelum memutuskan langkah hukum selanjutnya. JPU KPK juga memutuskan hal serupa.

Namun, Imam menantang KPK serta hakim membongkar aliran uang Rp11,5 miliar dana hibah KONI. Ia tetap menampik menerima dan menikmati uang tersebut.

"Kami mohon Yang Mulia ini jangan dibiarkan. Kami tentu harus mempertimbangkan untuk ini segala dibongkar ke akar-akarnya. Karena saya demi Allah saya enggak menerima Rp11,5 miliar," kata Imam sesaat diberi kesempatan menanggapi putusan hakim, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6). **prc4

 


sumber: cnnindonesia