Pemkab Meranti Menuju New Normal Rumah Ibadah Boleh Gelar Sholat Berjamaah Tapi Bersyarat

Selasa, 09 Juni 2020

Saat Rapat dilaksanakan

PELITARIAU, Meranti - Pemerintah Pusat telah menerapkan kondisi New Normal disejumlah wilayah di Indonesia mulai 1 Juni 2020 lalu. Menyusul hal tersebut semua daerah mulai mempersiapkan diri menuju tatanan kehidupan baru ditengah Pandemi Covid-19 tersebut. Tak terkecuali Kabupaten Kepulauan Meranti yang dalam waktu dekat juga akan menerapkan New Normal.

Untuk itu Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti terus mempersiapkan diri menuju kondisi New Normal karena Pemda tidak ingin terus terjebak dalam situasi 'Stagnan' yang akan berdampak pada lesunya semua sektor kehidupan masyarakat, caranya dengan berupaya mewujudkan masyarakat produktif namun tetap aman dari Covid-19, ditengah Pandemi seperti saat ini. 

Sebagai respon atas kerinduan umat beragama untuk kembali melaksanakan ibadah di rumah ibadah masing masing salah satu yang menjadi fokus saat ini adalah tentang pelaksanaan ibadah berjamaah di Masjid/Mushola dan rumah ibadah lain yang ada diwilayah Kepulauan Meranti. Agar pelaksanaan ibadah di masjid dan mushola dapat berjalan perlu disusun sejumlah aturan dan petunjuk pelaksanaan ibadah di Masjid dan Mushola tersebut sesuai dengan edaran Menteri Agama dan Fatwa MUI.

Seperti yang dilakukan Pemda Meranti dengan  menggelar Rakor bersama Forkopimda khususnya MUI, Kemenag Meranti dan Pihak Polres Meranti, di Gedung Biru, Kantor Bupati Meranti, Selasa (9/6/2020).

Rapat langsung dipimpin oleh Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Supriyanto SE MM, dan dihadiri Kapolres Meranti AKBP. Taufik Lukman, Kepala Kemenag Meranti H. Agustiar S.Ag, Ketua MUI H. Mustafa, Kadiskes Meranti dr. Misri Hasanto, Kasatpol PP Meranti Helfandi SE M.Si, Danramil Lakatang, serta perwakilan pengurus masjid dan mushola di wilayah Tebing Tinggi.

Namun satu hal yang perlu diperhatikan pada saat diberlakukannya kondisi New Normal adalah, New Normal bukan berarti bebas seperti sebelum terjadinya Pandemi Covid-19, tapi bebas beraktifitas dengan tetap memperhatikan semua Protokol Kesehatan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam rangka memutus mata rantai dan mengantisipasi penyebaran Virus Covid-19 di Kepulauan Meranti.

Seperti dipaparkan oleh Kepala Kemenag Meranti Agustiar, pihaknya sangat mendukung terwujudnya masyarakat produktif aman Covid-19 ditengah Pandemi ini. Untuk mensukseskannya, dikatakan Agustiar, Kementrian Agama sudah mengeluarkan petunjuk terkait apa yang menjadi kewajiban Pemerintah, Pengurus Masjid dan Masyarakat yang dituangkan dalam surat Edaran No. 15 Tahun 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan Dirumah Ibadah.

Kemenag Meranti berharap dengan dikeluarkannya S.E tersebut, kegiatan sholat berjamaah, wirid maupun pengajian, begitu juga akad nikah dimasjid, yang sebelumnya vakum kini diperbolehkan namun tetap bersyarat disesuaikan dengan kondisi real dilapangan.

Apa itu syaratnya, syaratnya adalah suatu daerah harus bebas dari kasus Covid-19 yang ditandai dengan dikantonginya Surat Keterangan bebas Covid-19 dari Pemerintah setempat dalam hal ini pihak Kecamatan.

"Pak Camatlah yang memutuskan apakah rumah ibadah ini bisa dilaksanakan ibadah berjamaah begitu juga sebaliknya untuk menutup rumah ibadah. Jadi pengrus masjid silahkan mengajukan surat keterangan kepada pihak Kecamatan. Artinya bukan kemenag lagi yang mengeluarkan/memutuskan," jelas Ka. Kemenag Meranti.

Dalam Surat Edaran Menteri Agama itu ada beberapa poin yang digaris bawahi oleh Kemenag Agustiar, yakni pelaksanaan Sholat Jumat berjamaah, dimana ia menyarankan kepada pengelola   Masjid dan Ustandz untuk mempersingkat pelaksanaan ibadah dengan cara mempercepat khutbah dan memendekan pembacaan ayat.

Selain itu membuka masjid 30 menit sebelum pelaksanaan sholat berjamaah dan paling lama 30 menit sesudah pelaksanaan ibadah. Jemaah dalam kondisi sehat dan menggunakan maske, hindari kontak fisik dan jaga jarak (Phisical Distancing) minimal 1 M.

Pihak Kemenag juga memperbolehkan kegiatan Pesta Pernikahan dengan syarat tetap memperhatikan Protokol Kesehatan, membatasi jumlah tamu maksimal 20 persen atau maksimal 30 orang diwaktu bersamaan.

"Semua ini dikeluarkan agar ibadah dapat dilaksanakan dengan nyaman dan aman dari Covid-19," ujar Kemenag Agustiar.

Sekedar informasi, soal pemberlakuan kondisi New Normal di Meranti, seperti dijelaskan Kadiskes dr. Misri Hasanto, kondisi Meranti yang kemarin berada di Zona Merah dengan jumlah Pasien Positif Covid-19 sebanyak 12 orang sebagian besar sudah sembuh begitu juga terhadap 14 orang PDP semuanya sudah sehat atau mengalami kemajuan yang baik. Selain itu berdasarkan hasil Tracking Tim Gusus Tugas diluar Desa bandul semua wilayah di Meranti berada dalam Zona Hijau. Artinya Andai kata diberlakukan New Normal dikatakan Misri Meranti sudah siap. 

"Dari 12 orang Pasien Positif Covid-19, sebanyak 11 orang dinyatakan sudah sehat tinggal 1 lagi yang masih menunggu hasil labor," jelasnya.

Selanjutnya dalam Rakor tersebut terungkap, Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama Tentang Pelaksanaan Ibadah di Masjid dan Mushola, dikatakan Ketua MUI Meranti H. Mustafa, juga diperkuat dengan dikeluarkannya Fatwa MUI No. 31 Tahun 2020 yang jika diperhatikan isinya nyaris sama.

Cuma ada satu hal yang perlu diperjelas oleh Ketua MUI Mustafa kepada masyarakat yakni soal keutamaan dan nilai ibadah sholat berjamaah saat diberlakukannya Physical Distancing. Dijelaskan H. Mustafa jika mengacu pada syariah syarat sah pelaksanaan sholat berjamaah akan mengurangi keutamaan dan kesempurnaan namun ia berharap ditengah kondisi Pandemi Covid-19 ini atau dengan mempertimbangjan Mudaratnya Fatwa MUI itu dapat dimemaklumi oleh masyarakat.

"Jika pelaksanaan sholat berdekatan (Saf rapat) berpotensi menimbulkan bahaya maka disarankan tidak dilakukan," ucap Ketua MUI.

Menyikapi Surat Edaran Kemenag Meranti dan Fatwa MUI tersebut, Kapolres Meranti AKBP. Taufik Lukman selaku koordinator Keamanan Covid-19, meminta kepada masyarakat untuk mematuhi Surat Edaran tersebut dan turut mensosialisasikannya ditengah masyarakat.

Taufik Lukman berharap masyarakat secara konsisten dan disiplin mematuhi Protokol Kesehatan dengan menjadikannya sebagai budaya hidup baru.

"Jika sebelum keluar rumah yang harus kita ingat adalah Dompet, kedua HP kini tambah lagi masker, Sosial Distancing dan cuci tangan, dan ditengah kondisi Pandemi ini harus dibudayakan,"ujar Kapolres.

Polres sendiri diakui Taufik akan terus mengawasi dan menertipkan ruang publik yang mengudang kerumunan masa seperti pelabuhan, swalayan, pasar besar, dan tempat rekreasi untuk memastikan warga patuh terhadap Protokol Kesehatan seperti menggunakan Masker, Physucal Distancing dan selalu mencuci tangan.

Adapun secara rinci isi Surat Edaran Menteri Agama No. 15 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Ibadah di Masjid/Mushola dan rumah ibadah lainnya adalah sebagai berikut :

1. Rumah ibadah yang dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/ kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka RNaught/RO dan angka Ejj‘éctive Reproduction Number/Rt, berada di Kawasan/lingkungan yang aman dari Covid 19. Hal itu ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud, setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama Majelis majelis Agama dan instansi terkait di daerah masing masing. Surat Keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan. 

2. Pengurus rumah ibadah mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan/lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid 19 secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/ Kabupaten/Kota/Provinsi sesuai dngkatan rumah ibadahnya. 

3. Rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jemaah atau penggunanya dari luar kawasan/lingkungannya, dapat mengajukan surat keterangan aman Covid 19 langsung kepada pimpinan daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut. 

4. Kewajiban pengurus atau penanggungjawab rumah ibadah: 

a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah; 

b. Melakukan pembersihan dan desinfeksi secara berkala di area rumah ibadah; 

c. Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan; 

d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer dj pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah; 

e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu > 37,5”C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki area rumah ibadah; 

f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi, minimal jarak 1 meter; 

g. Melakukan pengaturan jumlah jemaah/pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak; 

h. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah; 

i. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah 7 tempat tempat yang mudah terlihat; 

j. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan; dan 

k. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah ibadah. 

5. Kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah: 

a. Jemaah dalam kondisi sehat.

b. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki Surat Keterangan aman Covid dari pihak yang berwenang.

c. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah.

d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer.

e. Menghindari kontak flsik, seperti bersalaman atau berpelukan.

f. Menjaga jarak antar jemaah minimal 1 (satu) meter.

g. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib.

h. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap Covid 19.

i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan. 

6. Penerapan fungsi sosial rumah ibadah meliputi kegiatan pertemuan masyarakat di rumah ibadah (misalnya: akad pernikahan/perkawinan), tetap mengacu pada ketentuan di atas dengan tambahan ketentuan sebagai berikut: 

a. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif Covid 19.

b. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20% (dua puluh persen) dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang, dan Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seeflsien mungkin. 

Dan Penjelasan Fatwa MUI No. 31 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaran Sholat Jumat dan Berjamaah di Masjid untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19 adalah :

A. Perenggangan Saf Saat Berjamaah 

1. Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah. 

2. Shalat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah. 

3. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar'iyyah. 

B. Pelaksanaan Shalat Ium'at 

1. Pada dasarnya shalat Ium'at hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan. 

2. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19 maka penyelenggaraan shalat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf. 

3. Iika jamaah shalat Ium’at tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka shalat Ium'at boleh diselenggarakan berbilang (ta’addud al-jumu’ah), dengan menyelenggarakan shalat Jum’at di tempat Iainnya seperti mushalla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion. 

4. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Ium’at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalatlum'at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Ium'at sebagai berikut: 

a. Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan shalat Jum’at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat Jum'at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Ium'at dengan model shift hukumnya sah. 

b. Pendapat kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya tidak sah. 

Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu diantara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing. 

C. Penggunaan Masker Saat Shalat 

1. Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat. 

2. Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu, shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh. 

: Rekomendasi 

1. Pelaksanaan shalat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman. 

2. Perlu memperpendek pelaksanaan khutbah lum'at dan memilih bacaan surat al-Quran yang pendek saat shalat. 

3. Iamaah yang sedang sakit dianjurkan shalat di kediaman masing-masing. 

: Ketentuan Penutup 

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku selama pandemi COVID-19, dengan ketentuan jika di kemudian hari membutuhkan penyempurnaan, akan disempurnakan sebagaimana mestinya. 

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini. 

3. Hal-hal yang belum jelas akan diterangkan dalam bayan. **