Pelanggan di Bengkelnya Jauh Berkurang Selama Corona, Ayah dan Anak Ini Sudah Tiga Hari tak Makan Na

Sabtu, 18 April 2020

PELITARIAU, Bangkinang - Pendemi virus corona benar-benar telah menggerogoti perekonomian masyarakat. Tak terkecuali di Kabupaten Kampar. Seorang warga yang berprofesi sebagai tukang tambal ban Jayadin (52) sudah tiga hari tak makan nasi. Lebih tragisnya lagi, kondisi yang sama juga dialami anak semata wayangnya yang masih duduk di kelas X di salah satu SMP di Kota Bangkinang.

Nasib bapak dengan anak yang telah ditinggal ibunya sejak masih berusia dua tahun ini memang menyayat hati.


Terbukanya kisah sang bapak ini tatkala Jayadin datang tertatih-tatih ke sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kampar pada Jum'at (17/4/2020) sore dengan wajah pucat.


Kebetulan usaha bengkel kecilnya itu sekaligus tempat tinggalnya yang sangat sederhana ini hanya berjarak sekira 50 meter dari tiga meter dari kantor DPD Partai Golkar Kampar.


Dengan wajah pucat, Jayadin menghampiri kantor PWI. Kebetulan yang ada di kantor saat itu Nazarudin, salah seorang wartawan media cetak lokal. Kepada Nazarudin yang akrab disapa Jeki ini Jayadin minta uang Rp 5 ribu. Katanya untuk membeli mie instan sebab ia dan anaknya sudah merasa lapar.


Kepada Jeki ia mengaku telah tiga hari tidak makan nasi sebab tak ada lagi persediaan beras.


Jaya yang telah ditinggal istrinya karena istrinya telah wafat saat anaknya masih berusia dua tahun itu mengaku kalau ia tak lagi dapat membeli mie instan, ia berinisiatif akan memasak daun ubi ditambah bumbu penyedap untuk menghilangkan rasa laparnya bersama sang anak.


Jaya mengaku, sejak beberapa minggu terakhir pendapatannya semakin menurun karena sepinya pelanggan.


Jika kondisi normal, ia tak terlalu merasakan kesulitan sebab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih cukup.


"Ya, biasanya tak sampai sesulit ini bang. Tapi kondisinya makin lama makin lemah. Dalam tiga hari ini saya cuma dapat duit enam ribu, ada yang isi angin ban tiga motor. Sekali ngisi dua ribu (rupiah). Itu yang saya belikan indomie. Saya ambil dua sendok aja setiap saya masak mie sebab saya utamakan anak," katanya terisak-isak kepada Ketua PWI Kampar Akhir Yani dan Ketua Forum Informasi dan Publikasi (FIP) Kampar yang datang ke sekretariat PWI Kampar tak lama setelah kedatangan Jayadin ke PWI Kampar.


Dalam kesempatan ini Ketua PWI Kampar juga menyerahkan bantuan beras titipan dari salah seorang anggota PWI Kampar Arief. Akhir Yani mengaku sudah tahu betul bagaimana sifat Jayadin yang tak pernah mengeluh selama ini dan tak pernah meminta-minta.


Begitu mendengar curhat Jayadin, Ketua PWI Kampar dan Ketua FIP Kampar langsung berinisiatif menyampaikan kondisi yang dialami salah seorang warga Kelurahan Langgini ini kepada Lurah Langgini, Kecamatan Bangkinang Kota. Melalui ponselnya Lurah Langgini Riska Jonita. Ketua PWI Kampar Akhir Yani mengaku tak menyangka kondisi yang dialami Jayadin. "Kami kira kondisinya biasa-biasa saja, seperti biasa, namun ternyata sore ini kami kaget tadi saat Jeki menyampaikan curhat dari Mas Jaya," ungkap Akhir.


Tak lama berselang, bantuan sembako dari Lurah Langgini pun datang. Tak hanya itu, beberapa masyarakat yang telah mengetahui kabar ini juga datang memberikan bantuan sembako dan uang.


Melihat kondisi Jayadin memang sungguh memprihatinkan. Ia bersama anak perempuannya itu yang berusia 13 tahun itu di sebuah bangunan yang sangat sederhana. Selain tempat usaha perbengkelannya, di bangunan papan sekira 4 x 4 meter itu pula ia bersama putrinya hidup. Jika malam tiba, putrinya tidur di atas meja dan ia tidur di kursi.


Ia menceritakan, sebenarnya saudara ibu dari anaknya ada di salah satu desa di Kecamatan Kampar. Namun ia mengaku tak mau merepotkan keluarga dari almarhum istrinya itu. "Mereka juga banyak anaknya. Ya, sejak ibunya ini meninggal dua tahun setelah dia lahir saya memutuskan sendiri membesarkan anak saya," pungkas Jaya yang mengaku berasal dari Surabaya. **prc4


sumber: cakaplah.com