Soal Sidang Money Politik di Inhu, Vonis Majelis Hakim Boleh Keluar Dari Mulut UU

Ahad, 22 Juli 2018

Terdakwa Dimas Kasiono Warnorejo, yang terjerat kasus money politik Pilkada Riau di Desa Sibabat Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri hulu (Inhu) didengarkan keteranganya di sidang PN kelas IIB Rengat, pada Rabu (18/7/2018) kemarin. Doc

PELITARIAU, Inhu - Perkara money politik yang terjadi saat pelaksanaan proses Pilkada Riau, yang terjadi di Desa Sibabat Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri hulu (Inhu), memasuki jadwal penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Inhu. Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU digelar Senin (23/7/2018) di Pengadilan Negeri (PN) kelas IIB Rengat.

Setelah pembacaan tuntutan, sore di hari yang sama dijadwalkan langsung pembacaan pledoi (pembelaan,red) dibacakan oleh kuasa hukum terdakwa Dimas Kasiono Warnorejo yang dibela oleh kuasa hukum dari kantor advokat Mayandri SH di Pekanbaru.

Fakta persidanga sebelumnya, dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa Dimas Kasiono Warnorejo, di pengadilan Rabu (18/07/2018) malam yang berakhir sidang sekitar pukul 21.30 WIB kemaren sangat mengejutkan. Terdakwa Dimas hanyalah dikorbankan sedangkan aktor intelektual yang menyeret nama Paslon Gubri nomor urut 3 Firdaus-Rusli Efendi dalam perkara money politik adalah mantan Kades Sibabat atas nama Misman dan Hanifa pengusaha pemilik toko buah di Belilas.

"Saya dan buk Hanifa dan pak Misman satu mobil dari Belilas ke Polres Inhu, menghadiri panggilan untuk memberikan keterangan, didalam mobil saya di bujuk dan di rayu oleh buk Hanifa agar mengakui semua barang itu (bahan pakaian dan selembaran foto Cagubri,red) dari saya, bukan dari Buk Hanifa, dihadapan polisi akhirnya saya mengakui semua barang itu dari saya, sesuai bujukan buk Hanifa" kata terdakwa Dimas dihadapan majelis hakim yang di ketuai Guntoro Eka Sekti SH MH juga didampingi dua hakim anggota, masing-masing Petra Jeanny Siahaan SH MH dan Omori Rotama Sitorus SH MH.

Dua orang yang ada dalam satu mobil bersama terdakwa Dimas saat menju Polres Inhu, adalah saksi kunci. Sayangnya keterangan dua saksi Hanifa dan Misman tidak di peroleh dalam persidangan, dengan demikian masih ada kesempatan hakim untuk memerintahkan JPU melakukan pemanggilan paksa terhadap dua saksi kunci tersebut.

"Saya sudah panggil saksi atas nama Hanifa dan Misman untuk memberikan keterangan  di periksa di dalam sidang, tapi mereka tak datang," ujar JPU Rulif Yuganitra SH usai sidang Rabu (18/07/2018) malam.

Fakta persidangan atas keterangan terdakwa Dimas Kasiono Warnorejo di pengadilan, di tanggapi oleh Dosen Pascasarjana ilmu hukum Universitas Islam Riau, DR Muhammad Nurul Huda SH MH, menurutnya hakim boleh keluar dari mulut Undang-undang (UU) (ketentuan undang-undang (UU), tapi biasanya hakim takut keluar dari ketentuan UU saat membuat putusan, karena biasanya hakim banyak menjadi mulut UU.

"Kita butuh hakim yang berani keluar dari mulut UU, dengan melihat keadilan, tolak ukur dari keadilan ini dilihat dari perbuatan pelaku yang melakukan perbuatan serta dampak dari perbuatan itu," kata Dosen Ilmu hukum pidana ini yang sering di dengar keterangannya sebagai saksi ahli hukum pidana.

BAP yang diajukan jaksa kepada hakim berbeda dengan keterangan keterangan saat di didang pengadilan, maka yang dipakai hakim adalah keterangan sidang, itu diatur dalam KUHAP, sebab sesuai ketentuan BAP hanya di pakai hakim sebagai panduan dalam memeriksa di persidangan. "Cara kerja hakim dalam memvonis, bukan ikut kata UU," tegas Nurul Huda.

Disampaikannya juga, tidak hadirnya saksi kunci atas perkara yang di periksa dalam persidangan, Hakim bisa memaksa JPU  memanggil paksa untuk saksi kunci yang harus di periksa. "Banyak contoh perkara yang di vonis hakim di Indonesia, yang hakimnya keluar dari ketentuan UU, seperti perkara SP3 Budiono (mantan Wapres,red) dan perkara prapradilan dan perkara pidana lain," jelas Nurul Huda.

Terpisah, humas PN kelas IIB Rengat, Imanuel Marganda Putra Sirait SH MH menjawab konfirmasi wartawan menjelaskan, pada intinya, demi kepastian hukum, dan UU menjadi dasar hakim dalam memutus perkara. "Keadilan dalam pertimbangan, tidak boleh keluar dari koridor peraturan perundang undangan," ucapnya. 

Selanjutnya kata Imanuel, Independen seorang hakim dalam membuat vonis terhadap terdakwa bukan berarti bisa mengenyampingkan UU, independen yang dimaksud berarti, seorang hakim bebas dari intervensi pihak manapun dalam memutus perkara," jelasnya. **prc2/tim