Prapradilan Satar Hakim, Soal Kehutanan dan Ilegal Mining Penyidiknya Polisi atau PPNS

Ahad, 18 Juni 2017

Kuasa hukum Satar Hakim pemohon pra pradila Dody Fernando SH MH melihatkan bukti-bukti dalil dalam kesalahan penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan harta benda milik mantan kades Usul oleh penyidik Kejaksaan Inhu di depan hakim tunggal Omori R Sitor

PELITARIAU, Inhu - Sidang pra pradilan dengan nomor 2/PID/Pra/2017/PN/Rgt akan di putus oleh majelis hakim pada Selasa (20/6/2017). Sidang pra pradilan tentang penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan harta benda milik pemohon Satar Hakim melawan Kejaksaan negeri Indragiri hulu (Inhu) yang dipimpin oleh hakim tunggal Omori R Sitorus SH MH.

Satar Hakim mantan Kepala desa (Kades) di Kecamatan Batanggansal Kabupaten Inhu Riau, melakukan upaya perlawanan dengan mendaptarkan permohonan pra pradilan di Pengadilan Negeri (PN) Rengat kelas II, setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik Kejaksaan Inhu Kamis 19 Mei 2017 lalu, Satar Hakim dijerat pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) oleh penyidik kejari Inhu dengan dugaan penerbitan Surat Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) dalam kawasan hutan dan ilegal mining.

Sidang dengan agenda melihatkan bukti dan mendengarkan keterangan ahli pada Jum,at (16/6/2017) membuat perkara tuduhan yang ditujukan pemohon Satar Hakim semakin terang, dua ahli hukum pidana yang dihadirkan pemohon Satar Hakim, dan termohon kejaksaan Inhu, sepakat kalau dugaan pengrusakan hutan dan ilegal mining penyidikannya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) buka oleh penyidik kejaksaan.

Kuasa hukum Satar Hakim, Dody Fernando SH MH menyampaikan sejumlah pertanyaan kepada dua ahli dalam menguatkan delik-delik permohonnya, salah satu pertanyaan Dody yang dijawab oleh dua ahli hukum adalah, solah wewenang penyidik dalam perkara kehuatan dan ilegal mining.

Keterangan Ahli hukum pidana dari Universitas Riau, DR Erdianto Efendi SH Mhum dalam persidangan menjelaskan, kalau penerbiatan SKGR dalam kawasan hutan masuk dalam tindak pidana pemalsuan intelektual, penyidik yang berwenang adalah dari kepolsian republik indonesia. Sedangkan dalam dugaan ilegal mining tepatnya diterapkan UU Pencegahan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) penyidiknya PPNS atau dari kepolisian.

Namun demikian, keterangan ahli hukum pidana Erdianto Efendi menerangkan, kalau tugas pokok Kejaksaan dalam undang-undang nomor 16 Tahun 2004 juga mengatur tentang Tindak pidana khusus (Pidsus) yang bisa di lakukan penyelidikan oleh penyidik kejaksaan hanya tentang dugaan korupsi keuangan negara yang bersifat khusus dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Selanjutnya Ahli hukum pidana dari Universitas jambi, DR Sahuri Lasmadi SH Mhum dalam persidangan menjelaskan, kalau pemalsuan surat dalam penyidikannya dilakukan oleh polisi sedangkan untuk ilegal mining penyidiknya adalah Polisi kehutanan (Polhut), PPNS, atau polisi.

Semantara itu, Ahli hukum pidana Universitas Islam Riau, DR M NUrul Huda SH MH dimintai tanggapan, pra pradilan di PN Rengat kelas II oleh Satar Hakim melawan Kejaksaan Inhu menjelaskan, perkara atas penetapan tersangka dugaan korupsi pengrusakan hutan dan ilegal mining, perkaranya sama dengan Prapradilam Kasus Restitusi Pajak dengan pemohon Antoni Chandra oleh Kejaksaan Agung, putusan dalam perkara itu adalah pra pradilan dimenangkan pemohon Antoni Chandra.

Kejaksaan agung terpaksa menelan pil pahit atas perkara dugaan korupsi pajak yang sudah ada nilai kerugian negara berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. "Perkara penyidikan tentang hutan dan ilegal mining soal wewenang, itu jelas ada undang-undang khususnya, yang berwenang menyidik adalah polisi dan PPNS," kata Nurul Huda.

Dalam sidang pra pradilan soal korupsi pajak itu, kasus restitusi pajak yang disidik bukan kewenangan pihak Kejaksaan Agung. Sesuai Pasal 44 Undang -Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. kejagung melakukan penyidikan setelah mengendus adanya transaksi palsu terkait permohonan restitusi pajak antara PT Mobile 8 dengan PT Jaya Nusantara pada periode 2007-2009.

"Putusan pra pradilan mengabulkan permohonan kasus restitusi pajak, bisa jadi pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutuskan perkara pra pradilan Satar Hakim, namun, hakim tidak terikat karna tak menganut sistim axlo" kata Nurul Hudan. **Adri//RY/Zp/tim