Kejaksaan Inhu Ambil Kewenangan Polisi dan PPNS KLHK, Lakukan Proses Perkara SKGR di Kawasan Hutan

Rabu, 14 Juni 2017

Advokat, Dody Fernando,SH,MH

PELITARIAU, Inhu - Pengadilan Negeri (PN) Rengat kelas II kembali menggelar sidang pra pradilan Rabu (13/6/2016) yang dimohonkan Satar Hakim melalui kuasa hukumnya Dody Fernando SH MH, Sidang dipimpin hakim tunggal Omori R Sitorus SH MH.

Satar Hakim mantan Kepala desa (Kades) Usul Kecamatan Batanggansal priode 2000-2013 memohonkan pra pradilan atas penetapanya sebagai tersangka, penehanan dan penyitaan harta bendanya melawan Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu dalam penjualan hutan dan ilegal mining dalam dugaan Tindak pidana korupsi (Tipikor).

Terungkap dalam sidang di PN Rengat dengan agenda pembacaan replik pemohon Satar Hakim atas jawaban termohon Kejaksaan Inhu, dimana pemohon melalui kuasa hukumnya Dody Fernando SH MH menjelaskan, Surat perintah penyidikan dari kejaksan Inhu tertanggal 19 Mei 2017 tidak berdasar, sebab soal penegakan hukum terkait kehutanan dan ilegal mining diatur undang-undang khussu kehutanan tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan kawasan Hutan (P3H).

Dalam replik yang di bacakan Dody, berdasarkan pasal 29 uu nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan kawasan hutan menyebutkan, wewenang penyidik kepolisian dan PPNS dalam penegakan hukum undang undang kehutanan tersebut.

"Kerugian negara hasil audit BPK dalam perkara ini juga belum ada, jika kerugian negara dibuktikan dalam perkara pokok, maka kedepan perkara pencurian ayam bisa masuk dalam pidana korupsi, kerugian negara dibuktikan dalam sidang Tipikor," jelas Dody dikonfirmasi pelitariau.com.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 25/PUU-XIV tahun 2016 tanggal 25 Januari 2017, adalah sumber hukum dan kedudukanya sama dengan undang-undang. "Penetapan tersangka korupsi oleh penyidik kejaksaan Inhu, tanpa adanya bukti riil dan pasti kerugian negara hasil audit BPK," jelas Dody.

Dody menegaskan, apabila tidak ada bukti yang menyatakan kerugian negara oleh BPK, maka perkara Satar Hakim yang di proses oleh penyidik Kejaksaan Inhu sesuai UU No 18 tahun 2013 tentang P3H tidak tepat, mustinya pihak yang berwenang adalah pihak kepolisian dan PPNS dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pada jawaban termohon Kejaksaan Inhu di sidang sebelumnya menjelaskan, kalau mantan Kades Usul (Satar Hakim,red) telah menerbitkan Surat Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) diatas kawasan hutan. "Dalam SKGR tindakan pejabat atau putusanya dianggap benar sampai adanya putusan pengadilan menyatakan salah," jelas Dody.

Dikatakan Dodi, betul penyidik berwenang melakukan penahanan, akan tetapi dalam kasus Satar Hakim, penyidik harus mencari terlebih dahulu tentang kerugian negaranya, apabila tidak ada bukti tentang kerugian negara, pada penetapan tersangka oleh penyidik tidak ada kerugian negara, maka jelas, perkara adalah peristiwa pelanggaran hukum dalam pengelolaan kawasan hutan.

"Pihak Kejaksaan Inhu tidak berwenang melakukan penahanan atas Satar Hakim, SPRINT.Han - 03/N.4.12/Fd.1/05/2017, tanggal 19 Mei 2017 adalah tidak sah dan batal demi Hukum, karena dibuat oleh pihak yang tidak mempunyai Kewenangan," tegas Dody. **ADR/tim.