Kanal

DPR Nilai Janggal SP3 Dugaan Karlahut 15 Perusahaan di Riau

PELITARIAU, Jakarta - Panja Karhutla Komisi III DPR menganggap janggal surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan Polda Riau atas dugaan pembakaran hutan yang dilakukan 15 perusahaan.

Pada rapat dengar pendapat dengan Kapolda Jambi, Riau dan Sumatera Selatan di Jakarta, Selasa (27/9), anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, kejanggalan itu sudah terlihat sejak kepolisian Riau memulai proses penyidikan.

Kejaksaan Agung ketika itu menyebut hanya tiga perkara yang dilengkapi surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP).

"Kalau memang ada proses SP3 yang prosesnya tidak tepat, kami minta kepolisian menganulirnya, walaupun proses pengadilan bisa dijalankan," kata Masinton.

Menurut Masinton, Polda Riau sebenarnya dapat menjerat 15 korporasi sebagai pelaku karhutla menggunakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, dan UU Perkebunan.

Kapolda Riau Brigadir Jenderal Supriyanto membenarkan pernyataan Masinton. Ia berkata, baru dari 15 perkara yang dihentikan, hanya tiga yang memiliki SPDP.

Kepolisian, kata Supriyanto, tidak menerbitkan SPDP untuk 12 perkara lain karena tidak adanya tersangka. "Kami hanya berdasarkan hotspot (titik panas), tersangkanya belum ada," ujarnya.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Ajun Komisaris Besar Arif Rahman berkata, personelnya telah memeriksa konsesi perusahaan yang terbakar atau hanya terdeteksi titik api. Namun polisi tidak dapat menemukan pelaku.

Untuk menemukan hal itu, pihak Kepolisian pun memanggil beberapa saksi ahli untuk mendapat keterangan pihak yang bertanggungjawab.

"Beberapa ahli dan fakta di lapangan menunjukkan sumber api tidak berasal dari dalam kawasan perusahaan," kata Arif.

Mendengar penjelasan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman menyatakan pemberian SP3 kepada 15 perusahaan terduga pelaku karhulta tidak masuk akal.

Peningkatan penyelidikan ke penyidikan, kata dia, membuktikan adanya unsur tindak pidana dalam kasus itu.

Saksi Ahli

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mempertanyakan latar belakang saksi ahli yang digunakan Polda Riau. Sebagian dari mereka adalah sarjana kesehatan masyarakat dan berstatus pegawai di Badan Lingkungan Hidup Riau.

"Kalau saksinya berkaitan dengan perusahaan tentu akan timbul motif benturan kepentingan," ujar Arsul.

Pada 2015, Polda Riau menangani 18 perusahaan yang diduga membakar hutan dan lahan. Dari jumlah itu hanya tiga kasus yang dinyatakan lengkap dan layak dilanjutkan.

Tiga kasus itu melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Wahana Subur Sawit.

Sementara, 15 perusahaan lain penyidikannya dihentikan oleh Polda Riau.

Perusahan-perusahaan itu antara lain PT Bina Duta Laksana,PT Dexter Perkasa Industri, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, KUD Bina Jaya Langgam, dan PT Palm Lestari Makmur.***(prc/CNN)


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER