Kanal

Antisifasi Konflik, Pansus DPRD Riau Lahirkan 15 Rekomendasi

Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Riau yang melakukan Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU Perkebunan, HTI, HPHTI, HPH, Izin Usaha Pertambangan, Izin Lingkungan, lain lingkungan (Amdal, UPL,UKL) sudah tuntas Dengan rekomendasi tersebut diharapkan kedepan akan. Dengan sudah finalnya pekerjaan Pansus diharapkan akan meminimalisir prosoalan konflik lahan di Riau

Sebanyak 15 rekomendasi Pansus sudah disampaiukan , 15 rekomendasi tersebut yakni:

1. Meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan Kementerian terkait agar mengusut tuntas seluruh temuan Pansus serta menjatuhkan sanksi jika terbukti bersalah, termasuk sanksi pencabutan izin serta penyitaan aset oleh negara.

2. Meminta kepada DPR-RI untuk dapat melakukan amandemen terhadap Undang-undang Agraria Pasal 34 ayat 1 setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah. Ayat 2 data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Dan ayat 3 persyaratan dan tata cara untuk memperoleh keterangan mengenai data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri. Hal itu bertujuan agar izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan dapat di publikasikan. Agar masyarakat dan media masa dapat mengawasi perizinan dan operasional perusahaan secara besama serta melindungi hak masyarakat tempatan dan masyarakat adat.

3. Meminta kepada DPR-Ri dan Kementerian Keuangan RI Dirjend Pajak untuk mengajukan amandemen Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan terutama Pasal 34 yang berkaitan dengan pemberitaan data wajib pajak kepada pihak lain. Dalam hal ini , Pansus dan pihak terkait lainya tidak dapat mendapatkan data dan informasi yang jatuh dari Kanwil Dirjend pajak Riau dan Kepulauan Riau. sebab data yang dibutuhkan dianggap rahasia dan harus dilindungi oleh undang-undang.

4. Meminta kepada DPR-RI dan Menteri Kehutanan untuk melakukan amandemen PP Nomor 68 tahun 2014 tentang standar patokan harga bahan baku industri khusus hutan tanaman per-tonnya, agar disesuaikan dengan harga sebenarnya. Karena akibat peraturan tersebut. Provinsi Riau dirugikan ratusan milyar pertahunnya yang bersumber dari PSDH hutan tanaman.

5. Meminta kepada DPR-RI bersama Kementrian Keuangan, Kehutanan dan Agraria & Tata Ruang, untuk melakukan amandemen terhadap Undang- Undang nomor 12 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dilakukan perubahan dengan menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan berdasarkan Produktivitas lahan. Bukan menyamakan antara lahan yang produktif dengan lahan yang tidak produktif.

6. Meminta kepada Menteri Pertanian dan jajaran di bawahnya untnk dan mengawasi dengan ketat pelaksanaan Permentan nomor 98 Tahun 20l3, yaitu mengenai aturan yang mengharuskan perusahaan perkebunan mengusahakan 20% KKPA dari kebun diluar izinnya. Ke-7 meminta Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap Kerugian Negara terhadap Pendapatan Negara pada Pajak PPN,PPH,PBB, Biaya Keluar (Pajak Ekspor), PSDH-DR dan pajak maklon.

7. Meminta kepada DPRD Riau untuk membentuk tim Pengawas untuk mengawasi jalannya pemeriksaan oleh pihak terkait terhadap Perusahaan pengemplang pajak, Perusahaan perambah kawasan hutan, Perusahaan illegal, dan perusahaan melakukan penanaman melebihi izin yang diberikan ,termasuk perusahaan yang melanggar izin lingkungan.

8. Meminta pejabat Pegawai Negeri Sipil dinas dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Dinas Perkebunan, Dirjen Pajak, Badan Pertanahan Nasional dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penindakan terhadap semua perusahaan yang dimonitoring oleh Pansus dan memberikan baik sanksi pidana, administrasi, denda, pembekuan serta penutupan dan pencabutan izin perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-undangan yang berlaku.

9. Meminta kepada pihak berwenang untuk melakukan eksekusi terhadap perusahaan mengelola lahan di luar perizinan yang diberikan. Lahan-lahan yang digarap perusahaan di luar izin, diserahkan ke negara selanjutnya dibagikan ke masyarakat sekitar.

10. Diminta pihak perusahaan melakukan pengurusan izin dengan tetap membayar kompensasi selama menggunakan lahan tanpa izin sesuai dengan tabel Monitoring Luas Lahan Perkebunan yang Dikelola Tanpa Izin Pelepasan Kawasan dan HGU di Provinsi Riau. yang tertera pada halaman 41 laporan ini.

11. Meminta kepada pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini Dinas Perkebunan bersama Dirjen Pajak Riau-Kepri agar dapat melakukan sinkronisasi data terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan yang terdaftar di Provinsi Riau.

12. Meminta kepada Dinas Perindustrian terkait untuk melakukan moratorium izin PKS non kebun. Melakukan penutupan PKS non kebun yang diduga menampung buah atau TBS dari kebun illegal dan kebun kelapasawit di kawasan hutan yang menyebabkan tandusnya hutan kawasan sehingga ketika masuk musim kemarau akan terjadi pembakaran hutan yang menyebabkan bencana asap.

13. Meminta kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau untuk melakukan kajian secara sungguh-sungguh terhadap pelanggaran lingkungan dan Amdal serta realisasinya di lapangan, termasuk menjatuhkan sanksi sesuai Undang-undang yang berlaku terhadap pelanggaran yang dilakukan.

14. Meminta kepada DPRD Riau atau komisi terkait membidangi pemerintahan dan hukum serta membidangi perizinan dan pertanahan (Komisi A) untuk meneruskan Panitia Khusus ini karena dengan keterbatasan waktu dan dana, tidak banyak perusahaan yang bisa dianalisis baik sektor perkebunan, kehutanan maupun Migas (minyak dan gas) untuk sektor perkebunan hanya sebagian kecil perusahaan yang bisa dianalisis Pansus, baik itu perusahaan perkebunan yang terintegrasi dengan PKS, perusahaan yang tidak memiliki PKS, maupun perusahaan PKS nya saja. Untuk sektor kehutanan, Pansus hanya bisa menganalisis secara global, sedangkan untuk perusahaan pertambangan dan HPH, Pansus belum bisa melakukan analisis, baik secara global maupun per perusahaan.

15. Temuan Pansus adanya perpanjangan HGU yang dilakukan Oleh perusahaan sebelum dua tahun masa berakhir HGU, HPH, IUPHTI dan izin lainnya, berlaku antara 50 sampai dengan 100 tahun, maka diminta kepada Pemerintah Daerah Riau agar melakukan langkah-langkah hukum seperti praperadilan atau tindakan hukum lainnya untuk mengembalikan hak-hak masyarakat tempatan.**(Advetorial)


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER