Kanal

Kredit Fiktif BRK Dalu-dalu, Akankah Berhenti Hanya Sampai Adrinol Amir?

PELITARIAU, Pekanbaru - Kasus kredit fiktif di Bank Riau Kepri (BRK) cabang pembantu (Capem) Dalu-dalu, Rokan Hulu, sempat membuat geger Provinsi Riau dua tahun silam. Selain melibatkan orang dalam, yakni Kepala Cabang Pembantu (Capem) setempat, juga karena dana yang "dirampok" dari bank pelat merah itu sangat fantastis.

Berdasarkan jejak digital dan penelusuran MataPers.com di Google, kasus kredit fiktif itu pada akhirnya terkuak dan berlanjut ke ruang sidang pengadilan. Adalah Adrinol Amir selaku Kepala Capem BRK Dalu-dalu yang kemudian duduk di kursi pesakitan, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, bersama tiga terdakwa lainnya, yakni mantan analisis kredit BRK masing-masing Syaiful Yusri, Syafrizal, dan Heri Aulia.

Pada sidang putusan 13 November 2019 lalu, Majelis Hakim yang dipimpin Saur Maruli Tua Pasaribu menyatakan terdakwa Ardinol terbukti terlibat penerbitan kredit fiktif di bank pelat merah tersebut senilai Rp32,4 miliar antara tahun 2010-2014. Hukuman 12 tahun penjara itu berpotensi lebih berat karena Ardinol juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan serta mengembalikan kerugian negara sebesar Rp32,4 miliar atau jika tidak mampu diganti dengan hukuman tiga tahun sembilan bulan kurungan.

Dalam sidang dengan agenda putusan yang sama, hakim turut menjatuhkan pidana kepada dua staf Ardinol, yakni Syaiful Yusri dan Syafrizal. Keduanya masing-masing dihukum lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider selama satu bulan kurungan.

Sementara seorang terdakwa lainnya, Heri Aulia, dijatuhi hukuman empat tahun penjara denda Rp300 juta atau subsider satu bulan kurungan. Ketiganya yang termasuk dalam analis kredit ini tidak dibebankan membayar kerugian negara.

Selain keempat orang tersebut, sebenarnya, masih ada satu nama lainnya yang juga sudah menjadi tersangka kala itu, yakni M Duha, juga mantan analis kredit di bank plat merah tersebut. Namun belakangan proses penyidikan terhadap tersangka dihentikan karena mengalami gangguan jiwa.

Penghentian proses penyidikan itu diungkapkan Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azizi, di Pekanbaru. "Kami sudah hentikan karena yang bersangkutan mengalami gangguan jiwa," ujar Hilman Azizi seperti dikutip dari laman pemberitaan medialaskar.com pada 22 April 2020 lalu.

Hilman juga menjelaskan, penghentian penyidikan setelah dilakukannya perbandingan hasil medis dari dokter kejiwaan dari RS Jiwa Tampan. Hasil diagnosanya sama, yakni mengalami gangguan kejiwaan.

M Duha dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat sebagaimana surat yang dikeluarkan pihak RSJ Tampan, Pekanbaru, beberapa waktu lalu. Surat tersebut juga diterima penyidik Pidsus Kejati Riau dari keluarga M Duha.

Dari informasi yang diperoleh, M Duha pernah mengalami kecelakaan, tak lama pasca ditetapkan sebagai tersangka, pada media 2018 lalu. Pemeriksaan kejiwaannya dilakukan dokter RSK Tampan. "Sebelumnya yang bersangkutan juga sudah pernah diperiksa oleh dokter. Nah kita cari perbandingannya dengan dokter lain, hasilnya sama juga seperti itu. Makanya kita hentikan," ungkap Hilman dilansir cakaplah.com.

Hanya berselang sehari setelah penghentian penyidikan M Duha, Jaksa penyelidik bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Riau Riau kembali mengusut keterlibatan pihak lain dalam perkara dugaan korupsi kredit fiktif tahun 2010-2014 di Bank Riau Kepri (BRK) Cabang Pembantu (Capem) Dalu-dalu.

Dalam pengusutan itu, jaksa memanggil beberapa orang internal dari BRK, masing-masing mantan Pimpinan BRK Capem Dalu-dalu tahun 2010-2014, Dadang, Legal BRK, Ashadi dan karyawan BRK, Sri Warsiati.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Hubungan Masyarakat (Humas) Kejati Riau, Muspidauan, tidak tidak menampik adanya pemeriksaan tersebut. "Iya ada sejumlah pihak-pihak terkait yang dimintai keterangan. Saat ini perkaranya masih tahap penyelidikan," ujarnya, Kamis (23/4/2020) seperti diberitakan halloriau.com.

Muspidauan mengungkapkan  pihaknya belum bisa menjelaskan duduk masalah dugaan korupsi tersebut. Hal itu dikarenakan, proses penyelidikan itu masih bersifat pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) dan pengumpulan data (Puldata).

Berdasarkan informasi yang dirangkum, ada dugaan tentang proses dan pembuatan Cassie tidak prosedural di BRK Capem Dalu-dalu saat kredit fiktif di sana mulai tercium penegak hukum dan terkuak ke publik. Hal tersebut dikarenakan, proses kredit Nogleng diduga fiktif (kredit Fiktif), sehingga Cassie tersebut juga diduga fiktif.

Kredit fiktif di Capem BRK Dalu-dalu itu terjadi antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Kredit fiktif tersebut terbongkar setelah besarnya kemacetan pembayaran kredit di Capem BRK tersebut yang diduga mencapai Rp150 miliar lebih, sehingga dilakukannya penelusuran dan audit internal.

Hingga tiga bulan berlalu setelah pemeriksaan April 2020 silam, belum terdengar kabar sejauh mana hasil penyelidikan lanjutan yang dilakukan pihak Kejati Riau.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Indonesia Bersih (KIB) Riau Hariyadi sendiri sebelumnya sudah meminta pihak Kejati Riau membongkar secara tuntas kasus kredit fiktif di BRK Capem Dalu-dalu itu. Permintaan tersebut telah disampaikan LSM KIB secara resmi melalui surat nomor:127/KIB/lll/2020 tertanggal 5 Maret 2020.

"Kami meminta Kejati Riau memeriksa kembali kasus kredit fiktif di BRK Dalu-Dalu, dengan mendalami keterangan saksi-saksi pada sidang Ardinol Amir di tahun 2019," kata Hariyadi seperi dikutip dari berita media online gardaberita.com, 23 Maret 2020 lalu.

Menurutnya, diduga saksi-saksi tersebut juga terlibat dalam kredit fiktif BRK Dalu-Dalu. Karena ikut serta dalam perekrutan calon debitur. Kata Hariyadi, dugaan tersebut bukan asal-asalan, tapi berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa tanggal 27 Agustus 2019 yang diperolehnya dari website Kejari Rohul.

“Untuk itulah kita meminta Kejati kembali memeriksa saksi-saksi tersebut dan menelusuri aliran dana yang dicairkan. Kita percaya Kejati Riau akan menanggapi dan menindaklanjuti surat kami”, ujarnya lagi.

Apalagi, belakangan banyak pihak mempertanyakan dasar Direksi Bank Riau Kepri menerbitkan cassie kepada Nogleng, salah seorang saksi yang pernah dihadirkan dalam sidang Ardinol. Nogleng sendiri adalah debitur dan juga merupakan salah satu Key Person dari sejumlah debitur yang diduga fiktif.

Pembuatan Cassie tersebut bertujuan untuk penyelamatan Dana Pinjaman Kredit terhadap Kredit Fiktif tersebut. Pembuatan Cassie dituangkan dalam Nota Dinas Direksi nomor 32/PP.01/PKB/ND/2016 dengan Perihal; Tim pembuatan Cassie kepada Sdr. Nogleng terkait Kredit di Capem Dalu dalu.

Nota Dinas Cassie itu ditandatangani Irvand Gusri selaku Direktur Utama dan Denny M. Akbar selaku Direktur Operasional. Irvan sendiri sudah tak lagi menjabat,  sementara Denny saat ini mencalonkan kembali di jabatan tersebut.

Bersama sejumlah calon direksi dan komisaris BRK, Denny M Akbar kini sedang menunggu keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), apakah akan duduk sebagai direksi atau tidak .

Sejumlah pihak menduga bahwa proses dan pembuatan Cassie tersebut tidak prosedural dikarenakan proses Kredit Sdr. Nogleng itu sendiri diduga fiktif (kredit fiktif). "Dan oleh karena itu Cassie tersebut dapat juga dikatakan fiktif (cassie fiktif)," kata Ketua LSM Pilar Bangsa seperti dikutip dari laman berita riauglobal.com, edisi Kamis (5/12/2019) lalu.

Nah, tentu saja kini ditunggu sejauh mana hasil penyelidikan yang sudah dilakukan Tim Pidsus Kejati Riau. Apakah kasus kredit fiktif itu akan memunculkan tersangka-tersangka baru, termasuk kemungkinan keterlibatan orang-orang penting di Menara BRK (baca: kantor pusat),  ataukah hanya akan berakhir sampai di Ardinol Amir dan tiga terpidana lainnya saja. **prc4

sumber: matapers


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER