Kanal

Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau, Jokowi Diminta Tegas Dan Serius Selesaikan

PELITARIAU, Pekanbaru - Badan penggiat lingkungan hidup Jikalahari provinsi Riau menilai presiden Republik Indonesia, Jokowi kurang serius dalam menekan sumber permasalahan kebakaran hutan dan lahan di provinsi riau, karena berdasarkan beberapa kebijakan dan pernyataan selama tahun 2017 dan di awal tahun 2018, terindikasi adanya ketidak seriusan tersebut dalam penindakan sejumlah besar korporasi HTI, monokultur yang menguasai areal-areal berpotensi kebakaran lahan. 

" Dari semua kejadian yang masih kita saksikan dimana kebakaran lahan masih terus menghantui kita, maka kami melihat adanya simpul yang belum terimplementasi sebagaimana mestinya,"  kata koordinator Jikalahari, Woro Supartinah kepada awak media melalui selulernya,Kamis (22/2/2018). 

Woro berpendapat, jika permasalahan karhutla di Riau ingin serius diselesaikan, maka harus dilihat secara keseluruhan dan pemerintah pusat maupun pemerintah di semua jenjang harus berani meninjau ulang perizinan sejumlah besar korporasi HTI, dan perkebunan kelapa sawit yang konon menguasai lahan berpotensi terbakar, bahkan mencabut izin tersebut demi menyelamatkan lingkungan hidup. 

Terkait dengan perizinan perusahaan di atas lahan gambut, Pada 27 November 2014, Jokowi menemui warga Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kepulauan Meranti pasca kebakaran besar yang terjadi di desa tersebut.

 "Perusahaan perusahaan yang mengkonversi lahan gambut menjadi tanaman monokultur akan ditinjau kembali perizinannya," kata Jokowi saat itu. ( Di release Jikalahari). 

."Sayangnya, perhatian dan upaya Pemerintah lebih dititik beratkan pada upaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan, namun tidak memberikan porsi yang seimbang pada perbaikan sistematis untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan" kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari. 

Pada Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Karhutla 2018 pada 6 Februari 2018 di Istana Negara, Jokowi mengapresiasi adanya penurunan hotspot pada 2017 dibandingkan dua tahun sebelumnya.

Jokowi sampaikan telah menyiapkan Grand Design 2017 -2019 Pencegahan dan Pengendalian Karhutla dengan menggunakan metode pendekatan Tapak dan non-Tapak. Pendekatan Tapak, melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) dengan merestorasi areal bekas terbakar di lahan gambut seluas 2,4 juta ha. Selain itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan bahwa 731 desa rawan karhutla tidak akan terbakar dengan mengintensifkan patroli terpadu pencegahan karhutla, kampanye, patroli dan pemadaman via udara, groundcheck hotspot, serta pembentukan Brigdalkarhutla. Untuk pendekatan non-Tapak, pemberian insentif ekonomi, penegakan hukum serta penguatan masyarakat dalam early fire response akan digesa hingga berjalan efektif. 

Jokowi juga menilai dengan adanya ancaman pencopotan jabatan bagi perangkat kepolisian dan TNI di daerah yang terjadi karhutla dinilai efektif untuk menekan terjadinya karhutla. Ia juga menghimbau jangan ada karhutla saat perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Jokowi juga menekankan kepada peserta rakornas untuk bekerja mencegah karhutla. 

"Jangan sampai ada asap. Kalau ada asap, muka kita ditaruh dimana?" kata Jokowi. 

"Mendorong semangat pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan hanya pada ranah event besar tertentu seperti event Asian Games 2018 bisa saja menjebak pada penyelesaian persoalan secara jangka pendek dan sementara.  Bahayanya, motivasi ini bisa mengabaikan solusi mendasar dari penyebab persoalan karhutla tersebut" lanjut Woro. 

"Salah satu persoalan penting adalah adanya perijinan baik HTI dan sawit yang diberikan kepada korporasi untuk beroperasi di lahan gambut." 

Sepanjang 2015 – 2017, khusus di Riau KLHK mencabut izin PT Hutani Sola Lestari dan PT Lestari Unggul Makmur, melakukan Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo, merevisi RKU dan RKT korporasi serta menolak draft Ranperda RTRWP Riau 2017 – 2037 dan memerintahkan untuk membuat KLHS. 

"Hanya 2 izin yang dicabut  padahal masih banyak izin korporasi yang harus direview karena mengkonversi lahan gambut menjadi monokultur serta melakukan pembakaran hutan dan lahan," kata Woro.

Pantauan Jikalahari melalui satelit Terra-Aqua Modis sepanjang 2016 dengan confidence >70% ada 533 hotspot di areal IUPHHKHT dan 32 hotspot di areal HGU. Sepanjang 2017 hotspot juga muncul di areal IUPHHKHT sebanyak 54 hotspot dan 1 hotspot di areal HGU sedangkan pada 2018 hingga 12 Februari 2018 ada 11 hotspot di areal IUPHHKHT dan 6 hotspot dalam areal HGU. 

Hotspot terbanyak sejak 2016 hingga kini berada di areal PT Rimba Rokan Lestari 96, PT RAPP 67, PT Peputra Siak Makmur 59, PT Sumatera Riang Lestari 57 dan PT Satria Perkasa Agung 53 hotspot.

Jikalahari juga menemukan pada 2016 terjadi kebakaran besar di areal PT Andika Permata Sawit Lestari di Rokan Hulu mencapai 3000 ha, PT Rimba Rokan Lestari di Kecamatan Bantan, Bengkalis seluas 800 ha, PT Suntara Gaja Pati 30 Ha, PT Sinar Sawit Sejahtera 20 Ha dan pada 2017 areal PT Multi Eka Jaya Timber di Bengkalis terbakar seluas 200 ha. 

"Hotspot dan kejadian kebakaran tersebut membuktikan izin korporasi HTI dan sawit harus segera ditinjau ulang," kata Woro.

Jikalahari merekomendasikan Jokowi segera memerintahkan KLHK dan Menteri ATR/BPN untuk mereview dan mencabut izin korporasi HTI dan sawit bermasalah di atas lahan gambut. **rls/adit

 


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER