Kanal

Karena Miskin, Puluhan Anak Putus Sekolah Di Meranti

PELITARIAU, Selatpanjang- Puluhan anak usia sekolah di Desa Batin Suir dan Desa Lukun, Kecamatan Tebingtinggi Timur Kab. Kepulauan Meranti , tidak mampu melanjutkan sekolah. Mereka tidak dapat ikut program wajib belajar 9 tahun disebabkan oleh kondisi kemiskinan keluarga.


Kepala Desa Batin Suir, Kecamatan Tebingtinggi Timur, Tarmizi AMa, saat berbincang-bincang dengan wartawan belum lama ini mengatakan, perlu perhatian yang lebih serius terkait pembangunan pendidikan di daerah ini, terutama bagaimana menolong anak-anak usia sekolah di keluarga ekonomi lemah.

"Ada puluhan anak usia sekolah di Desa ini yang tidak lagi bersekolah. Persoalannya, bukan dikarenakan anak-anak tersebut tak mau bersekolah, namun kemiskinan keluarganya yang menyebabkan puluhan anak ini harus berhenti sekolah," ujarnya.

Dikatakannya, sebagian besar anak usia sekolah ini harus berkerja membantu orang tuanya memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Sehingga, persoalan kemiskinan di pedesaan kerap menjadi salah satu persoalan yang menyebabkan rendahnya tingkat adopsi masyarakat terhadap program pembangunan, terutama pendidikan.

"Anak-anak itu harus terlibat menanggung beban ekonomi keluarga, mereka terpaksa ikut membanting tulang untuk mencari uang. Persoalan ini tidak hanya ditemukan pada Komunitas Adat Terpencil di Desa kami, tapi juga terjadi pada komunitas masyarakat desa pada umumnya," ujarnya.

Meskipun ada kebijakan program sekolah gratis, tidak lagi harus membayar SPP, ungkapnya, tapi dibagian lain orang tua murid diharuskan mengeluarkan biaya-biaya lainnya. Membeli pakaian seragam, peralatan sekolah dan adanya biaya-biaya lainnya. Ini yang membuat masyarakat miskin menjadi pesimis dengan program wajib belajar 9 tahun.

"Bagi masyarakat miskin di Desa kami, persoalan ini menjadi alasan kuat untuk menarik anak-anaknya tidak bersekolah. Untuk itu, harus ada gerakan penyadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Dan program ini harusnya menjadi perhatian utama dinas terkait," kata Tarmizi.

Menurutnya, kebijakan pemerintah agar pemerintah daerah kabupaten dan kota wajib mengalokasikan 20 persen dari total APBD untuk program pembangunan pendidikan, ternyata belum mampu mengakomodir seluruh persoalan pembangunan pendidikan di pedesaan.

Dari observasi di lapangan, meskipun pada APBN pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah melalui dana BOS, persoalannya tetap sama. Diberbagai pelosok pedesaan masih banyak ditemukan anak-anak usia sekolah tapi tidak bersekolah. (kor. nto)

 

Editorial: Rio Ahmad


Ikuti Terus Pelitariau.com

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER